Tuesday, March 20, 2018

Pertama Kali ke Kebun Raya Bogor

17 December 2016

Setelah hampir 1 tahun tinggal di Bogor, akhirnya Desember kemarin untuk pertama kalinya saya bisa mengunjungi kebun Raya Bogor (Telatt banget sihh ya hehehee...)
Rencananya saya akan makan siang dulu di restoran Grand Garden yang berada di dalam Kebun Raya. Kami masuk dari pintu masuk 3. Jika naik angkutan umum (angkot) dari stasiun Bogor, kita naik angkot no.3 ke arah Baranangsiang, lalu turun di depan Lippo Plaza. Pintu gerbang masuk 3 ada di sebrang Lippo Plaza. 
Tiket masuk ke Kebun Raya untuk dewasa dana anak di atas 4 tahun membayar Rp. 15,000 (Rp.14,000 untuk tiket masuk, seribu untuk donasi PMI). Awalnya kami tidak diberi brosur oleh penjaga loket, waktu saya meminta  brosur karena saya berdua dengan teman saya, akhirnya penjaga loket memberi tapi hanya satu brosur, itu pun terlihat dengan berat hati. Kata penjaga loket, brosurnya terbatas dan lebih di peruntukan untuk yang membawa mobil. Duh, padahal kan yang tidak bawa mobil juga sama-sama bayar.

Anyway, dari pintu masuk 3 kami pun berjalan kaki tidak terlalu jauh untuk sampai ke Resto Grand Garden. Kami isi perut dulu deh, keliling kebun raya yang besar banget ini pasti butuh energi yang banyak.
Di depan resto Grand Garden terdapat taman rumput yang luas dan beberapa kolam air mancur. Taman ini cocok sekali untuk anak-anak kecil yang suka lari kesana kemari, karena area rumput yang luas.
Harga makanan di Grand Garden ini juga masih standar tidak brlebihan, rasa makanannya juga enak, ditambah lagi pemdangan yang kita dapat selama makan semua serba hijau dari kebun raya yang mengelilingi. Membuat mata adem, setelah setiap hari duduk di depan layar komputer. 
Banyak spot yang bisa dilihat di Kebun Raya Bogor ini, dari berbagai jenis tanaman langka, museum, Kuburan Belanda, sampai istana Negara. Saat berkeliling saya melewati jembatan merah yang sering diesbut jembatan Cinta. Mitosnya jembatan ini terlarang untk didatangi bersama pacar, karena dipercaya pasangan itu akan putus hubungannya begitu pulang dari Jembatan Cinta ini.
Kami lanjutkan keliling untuk me,ihat bunga bangkai. tapi sayangnya sedang tidak mekar. Karena sudah mulai capek, kami coba cari bus yang disediakan kebun raya untuk pengunjung yang tidak membawa kendaraan. Loket bus ini sebenarnya ada di gerbang utama, sebetulnya banyak papan penunjuk arah di Kebun Raya, tapi entah kenapa saya dan teman saya ini tetap nyasar dan kembali lagi ke jembatan merah, haduuhh kayanya sama-sama tidak bisa baca peta.
Akhirnya dari pada putar-putar lagi, ya udah selewatnya aja lah.. Di tengah jalan saya melihat sebuah makam yang di pagari, di papan petunjuk tertulis komplek Makam Keramat. Ternyata komplek makam ini adalah komplek keluarga kerajaan Pajajaran, jadi termasuk dalam cagar budaya. Sayangnya suka di salah gunakan oleh beberapa orang untuk bertapa di makam ini.
Di area kebun raya sebenarnya terdapat beberapa makam lain, diantaranya komplek makam Belanda dan makam dari istri Raffles.
Setelah berkeliling cukup lama akhirnya kami sampai di gerbang utama, saya langsung menuju ke loket untuk membeli tiket bus yang digunakan untuk berkeliling kebun raya. Tapi kami harus gigit jari karena sudah jam 4 dan loket sudah akan tutup Hahahahaa,.... Aduh, alamat lanjut jalan kaki.
Tidak jauh dari gerbang utama terdaoat makam Olivia Mariamme, yang merupakan istri dari Thomas Raffles. Makam ini pernah rusak karena angin pada January 1970, tapi di bangun ulang pada Agustus 1970. 
Tujuan kami selanjutnya adalah ingin melihat istana negara dan komplek makam Belanda. Ternyata kita hanya bisa melihat istana negara dari jauh, karena terbatasi oleh danau dan pagar istana.  Tapi bentuk bangunannya masih bisa dilihat dengan jelas. Di arah keluar menuju gerbang, kami melewati komplek kuburan Belanda. Menurut papan petunjuk, menjelaskan bahwa di komplek ini tedapat 42 makam, yang kebanyakan adalah keluarga dekat GUbernur Jenderal Hindia Belanda. Tapi berhubung sudah mulai sore dan agak gelap, saya cuma lihat dari depan saja heheheee.. serem soalnya, sekitar kuburan dikelilingi pohon bambu lebat.
Akhirnya kami pun keluar lewat gerbang terdekat. Over all, kebun raya tetap menarik untuk dikunjungi dengan kerimbunan hutannya dan kekayaan jenis tanamannya, Bagian favorite saya adalah banyaknya lokasi-lokasi bersejarah yang ada di Kebun Raya ini. Kalau sudah keseringan mainnya ke Mall, jalan-jalan ke Kebun Raya Bogor bisa menjadi alternatif :)


Sunday, May 21, 2017

Review Tafso Barn Bandung

Di Bandung ini selalu aja ada tempat baru untuk nongkrong, kalau saya perhatikan ini mungkin alasan Mall di Bandung tidak sepenuh Mall di Jakarta, karena orang-orang Bandung lebih punya banyak pilihan untuk menghabiskan waktu di cafe-cafe atau resto di bandigkan hanya menghabiskan waktu di mall.
Ngomong-ngomong soal tempat nongkrong baru, belum lama ini saya mencoba tempat bernama TAFSO BARN, lokasinya di Cimbuleuit atas, kalau dari arah Punclut masih ke atas lagi sedikit, kalau dari arah Dago kita bisa ambil arah belokan ke kiri setelah melewati terminal Dago.
Tafso Barn ini bersebelahan dengan tempat makan lainnya yaitu Lereng Anteng. Pada weekend atau libur panjang kita harus waiting list untuk bisa makan disini. Begitu masuk kita harus membeli tiket seharga Rp.15.000, tiket ini bisa kita gunakan untuk membeli makanan di dalam dengan harga Rp.15.000.
Menu Tafso Barn
Menu Tafso Barn

Begitu masuk kebetulan saya mendapat tempat yang posisinya paling atas, jadi bisa melihat ke pemandangan bawah secara lebih luas. Posisi resto di buat menurun , dan pemandangan di depan kita adalah lereng yang cantik, bahkan kita bisa melihat Lembah Dago dari posisi ini.
Untuk menu makanan, di Tafso ini menyediakan cemilan dan makanan berat, dengan harga yang masih wajar. Dan juga disini ada Mini Golf untuk yang mau membawa anak, jadi anak juga bisa senang karena bisa sambil bermain.

Hampir semua spot disini bagus untuk di foto atau instragramable. Tapi ada 2 spot yang memang wajib sepertinya kita berfoto disitu jika datang kesini.
Spot foto di Tafso Barn

Jadi overall, menurut saya Tafso Barn ini reccomended untuk dikunjungi, mau dengan teman atau dengan keluarga. Untuk merasakan suasana resto yang sejuk, dengan pemandangan perbukitan dan harga yang terjangkau, TAFSO BARN ini bisa menjadi pilihan. 
Salah satu bentuk meja, kursi yang ada di Tafso

Minigolf untuk anak-anak juga tersedia

Friday, May 19, 2017

Traveling ala ibu hamil ke Bali

Ceritanya waktu itu suami saya dapat info tiket promo ke Bali menggunakan AirAsia, harganya Rp. 1,800,000 sudah tiket PP untuk 2 orang, dan hotel menginap untuk 2 malam. Jadi sambil iseng ya sudah kami beli saja, sambil belum tau juga kapan akan berangkat, karena masih mencari waktu yang pas, yang penting kami sudah booking tiketnya.
Akhirnya setelah beberapa bulan, di putuskanlah kami berangkat di bulan April ini, dan pada saat itu kondisi saya sedang hamil 6 bulan. Awalnya sempat cari-cari info terlebih dulu apakah aman untuk saya terbang, tapi setelah konsultasi dengan dokter Alhamdulillah saya dalam kondisi sehat dan aman untuk terbang. Biasanya usia kandungan di atas 8 bulan yang sudah tidak boleh terbang.
Anyway, di hari H sampai lah kami di Bali, rombongan saya terdiri dari 7 orang, salah satunya adalah balita 18 bulan, so jadi memang trip kali ini benar-benar trip yang  santai karena ada 1 ibu hamil dan 1 balita.
Berikut rincian itinerary kami selama di sana:

Hari ke-1:

Kami semua kumpul di Bandara Ngurah Rai pukul 11 siang, kemudian kami pergi makan siang ke Nasi pedas Bu Oki di Nusa dua, jaraknya sekitar 20 menit pakai mobil dari bandara.
Oh iya kami sebelumnya sudah merental mobil tanpa supir, supaya lebh leluasa dan supaya muat juga mobilnya dengan isi rombongan kami hehehhee...
Ini pertama kali saya mencoba nasi pedas bu Oki, dan ternyata begitu kami datang langsung di tanya pedas atau tidak pedas, lah kami bengong semua, bentuk makanannya aja kami tidak tau ahahhaaa...
Ternyata disana langsung akan di hidangkan per paket nasi pedas komplit, berisi nasi putih, lawar, sate lilit, telur ayam,telur kuning, pepes dari olahan ikan, dan tambahan sambal matah kalau yang pesan pedas. Lumayan lah paket lengkap, dalam 1 piring.
Nasi pedas Bu Oki
Selesai makan karena kami belum bisa cek in sebelum jam 2 siang, akhirnya kami jalan-jalan ke Beachwalk. Mall yang lokasinya tepat di dekat pantai Kuta. Begitu sampai disana saya langsung suka dengan konsepnya yang terbuka dan adem banget, padahal di luar udara panas. Mall ini tidak seperti mall kebanyakan di kota-kota di Indonesia lainnya. Oh iya, di mall ini menyediakan penyewaan stroller gratis untuk anak-anak / bayi. Kalau tidak mau cape jalan dari parkiran di basement, kita juga bisa parkir di depan mall dengan parkiran VIP Rp. 35.000 seharian.
Setelah puas window shopping di Beachwalk, kami pun kembali ke hotel untuk check in. Kelompok kami di bagi di 2 hotel, yaitu Hotel Losari dan Hotel Euphoria. Jarak keduanya cuku dekat, dan tidak jauh dari pantai Kuta juga. Di pantai Losari, terdapat museum becak juga lhooo..
Kami istirahat di hotel sampai menjelang sore, jam 5 kami kembali ke pantai Kuta untuk menikmati matahari tenggelam, sambil makan di pinggir pantai. Sewa 2 kursi malas dengan 1 payung besar dihargai Rp.50.000, harga ini hanya berlaku untuk sore hari, kalau di pagi hari harganya Rp. 100.000.
Malamnya kami ke beachwalk lagi, hahahaa seneng bener kayanya nongkorng di sini, sambil menikmati es krim Gelato di salah satu restonya. Setelah capek, kami kembali ke hotel.


Hari ke-2:

Kami berangkat agak siang, sekitar jam 8.30. Tujuan pertama adalah Monkey forest di Ubud, dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dari hotel kami. Sebelum menentkan ke Monkey forest, suami saya sempat cek terlebih dulu, apakah monyet-monyet disini cukup aman jika kita mmebawa anak kecil, dan ternyata dari review orang-orang, disini cukup aman. So there we go, kami tba di Monkey forest Ubud, dengan tiket masuk Rp. 50.000/orang. Dari awal masuk tiket area, kita sudahbisa meihat monyet-monyet di pinggir jalan, di beberapa spot juga kita bisa menemukan penjual pisang untuk makanan monyet. Jadi caranya kalau kita mau foto dengan monyet, kuta bisa membeli pisang, biasanya monyet akan mendekat. Tips bagi yang agak takut kalau monyet nye mendekat, jangan khawatir, caranya adalah kita harus tetap berjalan, monyet itu tidak akan megikuti.
 

Sebetulnya kawasan Monkey forest ini cukup luas, tapi berhubung ada bumil dan balita yang masih harus digendong, jadi trip di monkey forest ini kami hanya mengikuti 1 jalur saja, tidak mengexplore seluruhnya karena menghindari kecapekan.
Setelah lelah keliling di Moneky forest, kami pergi untuk mencari makan siang, akhirnya pilihan kami jatuh ke Bebek tepi sawah.  Tempat makan yang pemiliknya sempat heboh di gossipkan berpacaran dengan salah sau artis ternama (Lahh malah gosip ) wkwkwkkkk....
Begitu sampai di parkiran restoran ini, kita bisa melihat foto beberapa presiden kita yang pernah bekunjung kesini. Di dalam resto kita bisa memilih makan dengan meja atau lesehan, dan di tengah2 resto terdapat beberapa petak sawah, awalnya saya kira sawahnya akan lebih luas lagi, tapi yang penting masih ada sawahnya lah yaaa. Di saat kami hampir selesai makan, tiba-tiba kluarlah seorang penari Bali menghibur kami sambil kami makan siang. Tambah membuat suasana Bali-nya terasa.
Anyway, makanan di Bebek tepi sawah ini enak-enak semua, engga ada yang engga enak kayanya. Buat yang engga suka bebek jangan khawatir, disini juga ada menu ayam, sate lilitnya juga lembut kita engga akan kena duri ikan waktu makan sate lilitnya. Pokoknya saya puas banget deh makan di Bebek tepi sawah ini.

Sate Lilitnya enakkkkk banget
Nasi, Ayam Betutu nya juara


Setelah mengisi energi, kami lanjutkan perjalanan ke GWK (Garuda Wisnu Kencana). Tiket masuknya Rp. 70.000/orang. Hmm.. ternyata tempat ini agak kurang reccomended sih untuk yang hamil, karena lumayan banyak tangga juga untuk melihat patung dewa Wisnu dan Garuda-nya. Kami Sebetulnya ada pagelaran tari yang saya sukai yaitu tari Kecak Garuda Wisnu, tapi acaranya baru dimulai jam 18.30, karena kami sudah ada rencana untuk dinner dan menikmati sunset di Jimbaran, jadi kali ini kami skip dulu untuk nonton tari Kecaknya.
Jadwal show di GWK

Rombongan selanjutnya berpindah ke Jimbaran, kalau liat dari review orang-orang di sana ada 2 tempat yang cukup terkenal yaitu Menega Cafe dan Nyoman Cafe. Kami memilih ke Nyoman cafe karena dari review yang kami baca, tempatnya tidak terlalu crowded jadi enak untuk makan sambil ngobrol. Di Nyoman cafe ini ada menu paket sea food dan ada juga menu satuan selain seafood seperti mie goreng, nasi goreng dll. Untuk paket seafood ada yang seharga Rp.110.000 
(ini sebetulnya untuk 1 orang tapi kalau makannya sedikit bisa buat berdua) dan Rp. 350.000 (ini porsi untuk berdua, tapi bisa juga sampai untuk berempat). Jadi hitungannya untuk urusan harga masih normal lah ya. di tambah lagi pemandangan tepi pantainya itu keren banget.
Sunset view di pantai Jimbaran
Candle light dinner di Pinggir pantai Jimbaran
Suasana makin malam makin meriah, ada kelompok pemain musik yang menyanyi mengelilingi meja. Tidak terbayang bagaimana pada tahun 2005, Nyoman Cafe ini pernah menjadi korban pada saat bom Bali I. Semoga tidak ada lagi tindakan teroris di Indonesia.
Selesai makan malam di Jimbaran, sebagian dari rombongan kembali ke hotel, dan sisanya jalan-jalan di beachwalk (again) ahahhaaa....

Hari Ke-3:

Hari terakhir saya dan suami di Bali, kami pun bersiap check out. Karena sebagian rombongan masih akan extend 1 hari lagi di hotel Euphoria, akhirnya kami menyimpan barang kami di kamar mereka dulu, dan melanjutkan jalan-jalan kami di hari terakhir, karena pesawat kepulangan kami jam 11 malam. Tujuan hari inti hari ini adalah ke Pasar Sukowati, sebelum itu kami masih sempat kepantai Kuta untuk menemani ponakan kami yang masih balita yang sedang ingin main pasir Yaayyy,, yang kami ikut main pasir sambil berjemur pagi-pagi.
Bumil capek, jadi tiduran di bawah payung pantai aja


Selesai dari Kuta kami menuju ke Pasar Sukowati, disini harus barani menawar, jangan gentar hahahaaa... Untung Mama mertua ikut belanja ke Sukowati, dan tingkat keahlian nawarnya udah tingkat dewa, salut baget deh, ada tas yang harganya 125ribu bisa di tawar jadi 60ribu aja :P
Selesai belanja, kami janjian makan dengan sisa rombongan lainnya di Beachwalk untuk makan siang.
Sebelum sore, kami masih sempat untuk shopping di JOGER belanja untuk oleh-oleh.
Selesai dari Joger kami kembali ke hotel Euphoria dan packing, jam 20.30 kami sudah OTW ke bandara.

Beberapa tempat wisata seperti Tanah Lot  dan Uluwati tidak kami kunjungi karena menghindari bumil dan balita kecapekan.

Intinya kalau jalan-jalan sama ibu hamil dan balita, tripnya harus santai, tidak bisa seperti jaman sebelum hamil yang semua tempat bisa di kejar untuk di datangi.
Tapi so far engga ada yang ribet kok, di bawa fun aja :)



NB: Untuk ibu hamil yang akan bepergian menggunakan pesawat, kita harus menyertakan surat ijin terbang dari dokter kandungan. Surat ini berlaku untuk 1 minggu sejak hari di keluarkan. Biasanya usia kandungan di atas 38 minggu sudah tidak boleh untuk terbang.




Camping ala hotel di Glamping Legok Kondang Lodge

Beberapa tahun terakhir ini wisata glamping (glamour camping) sedang booming di Indonesia. Apa sih glamping (glamour camping) itu? Glamping secara harfiahnya mungkin bisa di artikan sebagai berkemah versi mewah. Di gamping kita masih tetap tinggal di dalam tenda, bedanya tenda yang disediakan cukup luas, didalamnya terdapat kasur yang nyaman, TV, colokan listrik, kamar mandi. Akhir Desember kemarin saya berlima sudah merencanakan untuk mencoba glamping, glamping yang kami pilih adalah LEGOK KONDANG, karena dilihat dari websitenya tempatnya oke. 
Legok kondang berada di daerah Ciwidey. Biasanya kita perlu booking jauh-jauh hari jika ingin menginap pada saat weekend, karena tempat ini selalu penuh. 
Di legok kondang, disediakan pilihan ukuran tenda, tergantung jumlah orang yang akan menginap. Saya memesan tenda ukuran Family suite tend yang bisa untuk 8 orang. Karena awalnya kami berencana berangkat bertujuh, tapi di akhirnya hanya berlima.
Perjalanan  menuju Ciwidey berjalan lancar hanya sempat bingung mencari belokan ke arah Legok kondangnya, kami di beri tau patokannya kalau sudah lewat ikan bakar ciwidey, lalu belok kanan. Nanti kalau sudah lewat Saung Gawir, itu berarti sudah dekat, ooo iya hati-hati ya nanti ada tanjakan yang curam sampai belokannya engga keliatan. Dari situ sekitar 1 km ada masjid di sebelah kiri, kalau mau langung ke glamping menggunakan mobil sendiri, 500 meter dari masjid itu ada belokan ke kiri, tanjakan itu menuju ke glamping. Tapi kami di sarankan oleh pihak glamping untuk parkir di bawah saja dan menggunakan jemputan yang di sediakan oleh glampingnya. Kami parkir tidak jauh dari belokan itu, ada sebuah rumah warga yang memang di sediakan untuk parkir tamu Legok Kondang.
  Mobil jemputan pun datang, karena saya sedang hamil jadi saya duduk di depan sebelah supir, supaya tidak terlalu berasa guncangan saat mobil jalan. Legok Kondang Lodge ini berada di atas gunung, dari lokasi parkir kita tadi masih sekitar 10 menit naik ke atas menggunakan mobil. Jalannya tidak rata, dan sempit tidak bisa untuk 2 mobil, jadi kalau ada mobil mau naik atau turun biasanya harus bergantian.
Mobil jemputan yang disediakan Legok Kondang
Begitu sampai di di area camp kita akan di infokan nomor tenda, kalau mau keliling-keliling bersepeda disini juga disediakan gratis loh. 
Begitu masuk ke tenda, saya amazed dengan apa yang ada di dalamnya. Kalau pernah nonton Harry Potter and the Goblet of Fire waktu keluarga Weasley membuat tenda ajaib yang di dalamnya seperti apartemen, nah itu kesan saya waktu masuk ke dalam tenda. 
Dalam tenda yang kami pesan terdapat 8 kasur ukuran single, dan 2 kamar mandi, 1 TV, dan colokan listrik, ada free air mineral juga. Pokoknya engga berasa lagi di tenda deh, berasa di hotel, lalu di bagian samping ada balkon dengan pemandangan kebun. Tenda yang kami pesan ini adalah ukuran tenda untuk 8 orang, tapi sebernya saat kami lihat ukuran tenda sebsar itu muat untuk 20 orang, yang bisa tidur di lantai. Lantai tenda juga sudah menggunakan lantai kayu dan karpet.
Oooo iya, kamar mandi disini menggunakan shower dan ada air hangatnya juga, selain itu  closet yng digunakan adalah closet duduk.
Tempat tidur & kamar mandi di dalam tenda

Disini sinyal handphone agak susah sih, ada wifi yang di sediakan tapi itu juga kadang bagus-kadang jelek juga.
Setelah menyimpan barang-barang kami, kami bingung waktu mau keluar, karena tenda tidak di sertai kunci atau gembok, hanya menggunakan kunci kait kayu seperti pada rumah-rumah tradisional jaman dulu. Tapi karena tidak ada barang berharga di tinggal di tenda juga jadi kami tenang aja.

Makan siang khas Sunda
Kami makan siang di "resto"nya, karena sudah siang  kami memesan lewat karyawannya. Makanannya enakkkk, ala sunda. Kalau mau pesan ke tenda juga bisa, tapi kami lebih memilih makan di "resto"nya karena bisa menikmati udara segar, dan di apit kolam di satu sisi, dan pemandangan gunung juga sawah di sisi lainnya.
Pemandangan dari resto
Malam harinya kami berkumpul le aera lapangan yang sudah di rubah menjadi area api unggun, dengan meja-meja panjang untuk acara BBQ. Harga BBQ ini di luar harga paket ya, jadi masih harus menambah Rp.95.000. Eh ada pangung dan live music-nya juga loh, personel bandnya juga merangkap sebagai MC sepertinya, di sela nyanyian mereka suka menyelipkan lawakan-lawakan yang membuat suasana jadi makin ceria, 

Saat kami tiba di meja, tiba-tiba dari arah panggung ada pengumuman bahwa khusus malam ini pihak Legok Kondang menggratiskan BBQ untuk setiap orang.... WHATTT?!! pas banget hari itu lagi hari ulang taun saya, tau aja nih pengelolanya ngasih gratisan pas saya ultah ahahaaa padahal sih pengelola kasih free BBQ karena malam itu adalah malam natal.
Makanan BBQ nya juga enak, porsi lengkap dari sayur, daging sapi, seafood, ada jagung bakar juga. Puas banget pokoknya deh. selesai makan sudah makin malam, tadinya mau cari foto milkyway, tapi karena mendung akhirnya kami langsung tidur. Semua tenda disini berlapis 2, jadi tidak ada angin yang masuk ke dalam tenda.

Besoknya, setelah shalat subuh kami ke Sunrise spot balcony, dari lokasi tenda saya masih harus menanjak lagi menuju ke spot ini. Tapi semua worth it,  di balcony ini terdapat kursi panjang untuk menonton pemandangan langit dari gelap sampai matahari terbit. Kalau kedinginan kita bisa ambil minuman hangat yang di sediakan di banyak spot sepanjang area camp ini dispenser dengan teh atau kopi tersedia 24 jam.
Pemandangan Sunrise

Kami menuju ke resto untuk sarapan, pilihan makanannya lengkap, dari nasi biasa, nasi goreng, bubur, masih banyak lagi. Pokoknya mirip kalau kita sarapan di hotel deh. Setelah sarapan kami kembali ke tenda, di balkon saya santai-santai di atas hammock yang kami bawa sendiri. Pemandangan sekitarnya adalah gunung, kebun dan ada suara aliran air sungai, tenang banget pokoknya suasananya. Dan yang paling saya suka adalah tidak ada nyamuk disini, walaupun banyak semak dan pohon-pohon. Ternyata rahasianya, di sekitar area glamping, banyak di tanam tanaman anti nyamuk seperti lavender dan tanaman anti nyamuk lainnya.

Setelah hampir siang kami sudah mandi dan merapikan semua barang, kami siap untuk pulang. Menggunakan mobil jemputan lagi utuk menuju ke tempat mobil di parkir di bawah.


Over all, glamping di Legok Kondang Lodge ini recommended banget, bisa untuk acara keluarga, teman atau kantor.

*****

Pulang dari Legok Kondang, kami rencananya akan makan siang di restoran Pinisi, masih di daerah Ciwidey. Ini loh rumah makan yang hits, karena bentuknya yang seperti perahu besar. Dari tempat parkir ke restoran, kita harus melewati jembatan gantung, sayangnya waktu itu sedang long weekend dan hari libur nasional, restoran penuh banget. Sistemnya yan self service mirip di kantin-kantin, dimana kita antri untuk ambil makanan yang kita mau dan langsung bayar dikasir. Untuk urusan duduk juga kita harus bersaing dengan yang lain, sebetulnya di bagian luar kapal masih ada meja, tapi karena sedang hujan deras akhirnya semua pengunjung memenuhi area dalam. Akhirnya kami cancel makan disini, mungkin lain kali lagi. 
Di perjalanan pulang, kami akhrnya memutuskan makan di Saung Gawir, makanannya khas sunda dengan pondok-pondok untuk lesehan, makanannya juga enak-enak.
Sepanjang arah ke Legok kondang, kta juga akan menemuka beberapa tempat wisata lainnya, seperti kebun strawberry, pemandian air panas, dll.
So, sekarang kalau ke Ciwidey, tujuannya bukan kawah putih saja ya,

Monday, September 26, 2016

Nyaris Ketinggalan Pesawat

Untung selama ini baru nyaris saja ketinggalan pesawat, tapi belum pernah benar-benar ketinggalan pesawat. Tapi rasanya tetap saja bikin jantung dag dig dug.
Sebetulnya saya termasuk tipe orang yang selalu datang 2 jam sebelum boarding. Tapi ada saja yang diluar kendali kita.

Nyasar:

Pengalaman saya nyaris ketinggalan pesawat saat akan liburan ke Bangkok. Sebetulnya saya dan teman-teman sudah menyisakan waktu cukup jauh untuk perjalanan dari Jakarta kota k bandara Soekarno Hatta. Tapi sebelum ke bandara saya harus menjemput 1 orang teman di kantornya yang juga akan ikut dalam trip ini. Sialnya waktu dalam perjalanan ke Soetta, kami nyasar. Awalnya kami akan menggunakan GPS, tapi karena menurut teman saya dia tau jalan jadi engga jadi pakai GPSnya. Setelah beberapa lama, saya dan 3 teman lainnya mulai merasa kami hanya berputar-putar saja di jalan kecil. Loh ini kok engga sampai-sampai. Jangan-jangan nyasar deh ini. Tiba-tiba teman saya yang awalnya menunjukan jalan bilang dia lupa jalannya.. Gubrakkk... setelah berputar-putar hampir 1 jam kami akhirnya menggunakan GPS, dan sampai di Soetta mepet ke jam boarding. Sampai Soetta ternyata kami salah terminal.. Duh harus muter lagi. Untungnya masih ada waktu untuk check in dan tidak ketinggalan pesawat.

Masih mau keliling-keliling, minum kopi, dompet hilang, boarding pass hilang:

Pengalaman nyaris ketinggalan pesawat yang lainnya masih dari trip saya ke Bangkok. Kali ini kami nyaris ketinggalan pesawat untuk pulang ke Jakarta.
Kalau ini karena kesalahan kita sendiri sih. Dari Bangkok seharusnya kami langsung ke bandara, tapi kami pikir masih ada waktu lumayan untuk ke Pattaya. Akhirnya kami singgah dulu di Pattaya dan masih sempat makan siang disana berfoto sebentar di pantainya. Sampai disitu masih tidak ada masalah, kami pun segera menuju bandara menggunakan bus. Sesampainya di bandara Suvarnabhumi salah satu teman di rombongan kami ada yang masih ingin lihat-lihat keliling menggunakan BTS (Sejenis MRT), waktu itu 3 jam menuju take off. Kami sudah ingatkan nanti bisa ketinggalan pesawat, waktunya terlalu mepet. Tapi karena teman saya ini keukeuh ya sudah deh kita biarkan saja. Dengan resiko kalau dia belum datang sampai waktu boarding, maka akan kita tinggal. Akhirnya teman saya pergi keliling lagi ditemani 1 teman kami yang lain. Sisanya saya dengan 2 teman cewe pergi cari makan di bandara. Saat sedang makan tiba-tiba salah seorag teman saya ini sadar dompetnya engga ada. Dia pun langsung panik, uang, dan kartu indentitas semua ada disana. Untungnya passport di simpan di tas. Kami pun menelpon 2 orang teman kami yang tadi sedang keliling-keliling MRT untuk segera kembali ke bandara. Sesampainya mereka di bandara, saya dan 2 orang lainnya pergi ke bagian informasi  untuk melaporkan kehilangan dan untuk meminta bus yang kami tumpangi untuk di cek apakah ada dompet tertinggal. Tapi ternyata setelah di cek tidak ada dompet tertinggal di bus itu. Untuk menghilangkan panik, kami sempat ngopi sebentar, saat waktu sudah hampir mendekati waktu boarding kami segera akan beranjak ke loket. Lho, ini teman saya 1 orang malah ada yang baru pesan kopi saat kami akan berangkat. hadeeuuuhhh... kami tunggu sebentar, sampai akhirnya karena minum kopinya yang tidak beres-beres, kami minta dia menyusul, karena kami akan check in duluan. Sampai di loket untuk check in, waktu sudah semakin mepet. Kami semua pun check in, teman saya yang sedang mgopi tadi akhirnya bisa menyusul kami. Loket airlines yang kami gunakan ada di lantai 1, sedangkan untuk gate pesawat ada di lantai 2. Saat kami sudah melewati gate check ini dan tiba-tiba salah satu teman saya sadar boarding pass nya hilang. Waduh apalagi ini, kok bisa sampai hilang kan dari tadi di pegang. 
Jadilah dia turun lagi ke bawah untuk print ulang boarding pass. Saat dia kembali waktu take off sudah semakin dekat, salah satu dari kami lari paling depan untuk bisa sampai ke pesawat duluan, agar bisa meminta staff maskapai untuk menunggu sisa 4 orang penumpang lagi, yaitu kami. Saya pun san 3 orang lainnya lari-lari menuju pesawat dan ternyata gate check in ke gate pesawat jauuuuuhhh banget.
Dan benar saja kami adalah penumpang terakhir yang masuk pesawat, untungnya karena 1 teman kami sudah sampai di pesawat lebih dulu, dia yang meminta pramugari untuk menunggu karena kami sudah dekat ke arah pesawat.
Anyway saat kami lari-lari itu, sempat ada pengumuman ditemukan sebuah dompet, kayanya sih itu dompet teman saya, tapi berhubung  sudah hampir ketinggalan pesawat, teman saya akhirnya meng- ikhlaskan saja dompetnya tetap di Bangkok.
Setelah kejadian itu kami kapok untuk mepet-mepet check in  dan mepet datang ke bandara sebelum boarding.

Hujan, dan kecelakaan

Hujan di beberapa daerah lainnya mungkin biasa saja, tidak mempengaruhi arus lalulintasnya. Beda halnya dengan di Jakarta, hujan artinya macet karena jalanan pasti akan banjir.
Pengalaman nyaris ketinggalan saya baru-baru ini saat saya akan ke Lampung, saya berangkan menggunakan damri dari Bekasi, dengan jarak tempuh biasanya 1.5 jam untuk sampai ke bandara, tapi saya tetap berjaga-jaga dengan mengambil bus damri 4 jam sebelum take off. Saya berangkat jam 4 dari Harapan indah bekasi, dengan ekspektasi seandainya macet pun, saya bisa sampai di bandara jam 7. Suami saya sudah lebih dulu tiba di bandara dan check in, jadi saya sudah tidak perlu check in lagi. Ternyata hujan deras waktu masuk tol cakung dan sudah bisa di prediksi jalanan jadi macet karena hujan, dan ternyata ada kecelakaan juga sehingga macetnya double. Dag dig dug rasanya, karena jam 7 saya baru antri di tol masuk bandara, boarding jam 7.30.
Akhirnya saya berhasil juga sampai pas jam 7.30 sehingga tidak ketinggalan pesawat. Saat terjebak macet di tol menuju bandara, saya membayangkan kapan ya jalur menuju bandara ini bebas macet, jadi orang-orang yang akan ke bandara tidak perlu dag dig dug di jalan takut ketinggalan pesawatnya, karena kalau tidak macet lama waktu tempuh  bisa di prediksi, dan mengurangi waktu yang habis sia-sia di jalan.

Sunday, September 18, 2016

Demi Milkyway, Gotong Kursi Pun Jadi

Si suami ini ceritanya sedang getol belajar kamera barunya, Fujifilm X-A2. Nah iseng-iseng mau coba memfoto milkyway seperti yang sedang banyak di unggah di media sosial. Biasanya milkyway atau galaksi bimasakti, hanya bisa terlihat di tempat yang belum banyak terkena polisi cahaya lampu. Jadi biasanya banyak terlihat di puncak gunung, atau di pantai yang jauh dari keramaian.

Saat itu, saya masih berada di Lintau dalam rangka libur lebaran, dan untungnya daerah Lintau ini bisa di bilang daerah pedesaan yang belum banyak terkena polusi cahaya lampu. Berangkatlah kami berlima, saya, suami dan 3 sepupu ke sebuah lapangan bola di dekat surau. Untuk menuju kesana kami melewati kebun dengan pohon bambu yang masih rimbun, dan di sekeliling lapangan pun pohon-pohon besar masih lebat, hanya ada warung kopi jauh di salah satu ujungnya.
Saat itu waktu meunjukan jam 8 malam, kami coba beberapa kali foto tapi tetep kurang terlihat milkywaynya. Mungkin dikarenakan masih kurang malam. Akhirnya kami kembali ke rumah dengan tekad nanti jam 11 malam kami akan kembali ke lapangan untuk percobaan kedua.

Jam 11 malam, anggota pemburu milkyway berubah formasi karena 2 orang sudah ketiduran, jadi pergilah kami berempat, saya, suami, adik dan sepupunya. Kondisi lapangan sekarang jauh lebih gelap. Salah satu hal penting untuk memfoto milkyway adalah kamera harus menggunakan tripod, karena dibutuhkan waktu beberapa detik untuk proses pengambilan gambarnya. Sedangkan tangan manusia pasti akan bergoyang. Karena kami tidak ada tripod akhirnya kami coba mengambil gambar langit dengan memposisikan kamera di atas kap mobil kami, dan mengganjalnya dengan tisu agar sudutnya pas menghadap langit yang terdapat gugusan bintang galaksi bimasaktinya.

Ternyata memang tidak mudah kalau tidak ada tripod, sudut yang di dapat susah pasnya. Jadilah kami keliling-keliling lapangan mencoba mencari sudut yang pas. Setelah lebih dari 1 jam mencoba mengambil fotonya dan masih kurang bagus, akhirnya kami menemukan sudut yang lumayan pas, hanya saya posisi ini tidak akan bisa kamera di taruh di atas kap mobil. Akhirnya sepupu kami mendapat ide untuk menggunakan bangku warung.
Pergilah dia pergi ke warung yang berada di ujung jauh lapangan, dan kembali ke kami dengan menggotong-gotong kursi warung yang panjang.

Setelah ada kursi ini pun, hasil yang kami dapat tidak langsung bagus. Kami masih mencari-cari lagi posisi yang paling pas untuk mendapatkan gambar yang maksimal. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak datang menghampiri kami, dia menanyakan apa yang sedang kami lakukan dari tadi dia melihat dari warung kopi. Kalau di pikir-pikir pasti memang terlihat aneh sekali, kalau ada orang melihat kami berempat mondar mandir di tengah lapangan dengan menggotong-gotong kursi warung yang panjang (kursinya kami gotong-gotong terus setiap kami pindah lokasi, karena benar-benar berfungsi sebagai tripod) hahahaaa....
Akhirnya sepupu suami saya yang asli orang sana, menjelaskan kami sedang mengambil gambar bintang. Muka bapak itu kelihatan agak bingung juga, mungkin dikira aneh anak jaman sekarang, bintang saja harus di foto sampai berputar-putar lapangan, sambil bawa kursi warung lagi x_x
Tapi akhirnya bapak itu pergi kembali ke warung.

Setelah sesi pencarian milkyway yang ternyata sudah 2.5 jam kami lakukan, akhirnya berikut ini foto yang menurut saya lumayan, berlokasi di lapangan bola di Lintau, diambil dengan kamera Fujifilm X-A2, dan ber tripod kan kursi warung yang di ganjel tisu di bawah kamera.
Picture taken by @gamal_udo

Picture taken by @gamal_udo




The underrated beauty of West Sumatra

Kecantikan yang diremehkan, menggambarkan apa yang saya pikirkan setelah kunjungan saya di Padang selama 1 minggu. Selama ini yang saya tahu mengenai lokasi wisata di Padang sangat amat terbatas, seperti Jam gadang dan bukit tinggi. Tapi ternyata masih banyaaaaaaaaak sekali lokasi-lokasi lainnya yang sangat patut untuk di kunjungi.
Saya tiba di Padang pada malam hari, kebetulan berkesempatan menginap di salah satu hotel yang letaknya menghadap langsung ke samudra Hindia. Begitu sampai saya langsung mencari kuliner sekitar hotel. Banyak tempat makan seafood disini karena lokasinya yang dekat dengan laut. Saya dan keluarga memesan ikan bakar, cumi bakar, udang bakar. Sebagai orang yang tinggal di pulau Jawa, ekspektasi saya menganai seafood yang di bakar adalah seperti ikan bakar dengan bumbu kecap dan di temani cah kangkung sebagai side dish-nya. Tetapi di Padang lain lagi, begitu pesanan saya datang langsung saya tau perbedaanya. Ikan bakar, cumi bakar, udang bakar disini semua menggunakan tambahan olesan santan, dan cabai. Sama seperti kalau kita membeli ayam bakar Padang di warung makan padang. Untuk side dish nya, bukan cah kangkung, melainkan terong yang di balado, daun singkong yang di tumbuk menggunakan santan, dan kemudian ada cocolan sambalnya. Dan rasanya enaaaaaaaaakkkk sekali, seperti ingin nambah terus hahahaa...

Pemandangan dari kamar hotel, langsung menghadap Samudera Hindia
Selama di Padang saya menginap di Lintau, dan sempat semalam di Maninjau. Perjalanan menuju Lintau dari kota Padang memakan waktu sekitar 3 jam lebih. Kalau di Jakarta, perjalanan 3 jam pasti sudah membuat bosan dan stress, tapi disini tidak sama sekali. Jalanannya lancar tanpa macet, pemandangan hijau selalu terpampang di kiri kanan jalan. Selama perjalanan saya perhatikan tidak ada Alfamart maupun Indomart di Padang, yang ternyata memang sengaja di tolak masuk ke Padang agar toko-toko warga tidak tersisihkan. Ini salah satu kearifan lokal yang memang pro rakyat. 

Saya sempat melewati Danau singkarak dalam jalan menuju Lintau, dulu waktu saya masih kecil, saya pernah mengunjungi Danau Singkarak, dan karena luasnya saya mengira kalau itu adalah laut. Sampai juga akhirnya saya di Lintau menjelang Maghrib, karena saat itu sedang bulan Ramadhan, kami pun langsung berbuka puasa. 

Sisa hari berikutnya, saya mengunjungi tempat - tempat yang belum pernah saya kunjungi di Sumatra Barat. 

LEMBAH HARAU

Lokasinya tidak terlalu jauh dari Lintau, dan yang menjadi highlight dari Lembah harau adalah banyaknya air terjun disini. Totalnya ada 7 air terjun yang bisa kita kunjungi, orang lokal menyebutnya sarasah. 
Sayangnya saat saya datang kesana, sedang musim kemarau, sehingga volum air terjunnya tidak terlalu deras. Letak air terjun yang satu dengan yang lainnya bisa di tempuh dengan berjalan kaki. Di spot air terjun kedua, bahkan ada lokasi flying fox untuk anak-anak. saya membayangkan pasti air terjun-air terjun ini sangat indah sekali jika sedang volum airnya tinggi, karena saat volum airnya kurang saja lokasinya sudah bagus.
Tapi yang disayangkan adalah, banyaknya saya temukan sampah di pinggiran lokasi air terjun. Kebanyakan sisa bungkus makanan pengunjung. Masih kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan tempat wisata, menjadi salah satu alasan seringnya tempat wisata menjadi rusak dalam waktu singkat.
Rumah gadang di tengah lembah Harau
Pemandangan serba hijau di lembah harau

KELOK 9

Kelok 9 merupakan jalan yang digunakan untuk menghubungkan Sumatra Barat dengan provinsi Riau. Seperti namanya, jalan ini memiliki 9 kelokan yang di batasi dengan jurang, dan di apit 2 perbukitan yang merupakan cagar alam, yaitu Cagar alam Air putih dan Cagar alam Harau. Di antara kedua bukit ini, terbentang sebuah jembatan megah yang berkelok-kelok hingga 6 tikungan. Jembatan ini merupakan salah satu jembatan dengan arsitektur mengagumkan yang pernah saya lihat. Ditambah lagi dengan pemandangan yang mengelilinginya menambah kesan WOW, dari jembatan ini. Dari sini juga saya baru mengerti kenapa wilayah bukit ini disebut bukit barisan, karena terlihat dengan jelas bukit-bukit berbaris-baris sejauh mata memandang. Benar-benar keindahan alam yang luar biasa.

Kelok 9
Jembatan dengan arsitektur yang memukau

DANAU MANINJAU

Amazing, itu sepertinya kata yang cocok untuk menggambarkan danau Maninjau.  Danau ini merupakan danau terluas kedua setelah danau Singkarak, menghampar dengan indah dengan latar belakang gunung di kejauhan. Sarapan saya yang hanya dengan nasi goreng pagi itu terasa sangat istimewa dengan pemadangan di hadapan saya.
Maninjau juga merupakan kampung halaman dari seorang penulis terkenal Buya Hamka, kita bisa mengunjungi rumah beliau yang kini sudah di jadikan Museum Buya Hamka. Dengan suasana Maninjau yang sangat tentram dan nyaman ini, memang sangat cocok untuk mood menulis hehehee...
Saya berkunjung ke Maninjau karena rumah keluarga suami saya ada di sana, dan beruntungnya rumah ini juga langsung menghadap ke Maninjau, dengan hamparan sawah di depannya.
Beruntung sekali orang-orang yang tinggal di Maninjau, Tuhan sudah menganugerahkan keindahan alam seperti ini dan bisa di nikmati setiap hari.
Masih banyak perwasawahan di sekitar Sumatera barat

KELOK 44 (KELOK AMPEK PULUAH AMPEK)

Kelok 44 atau yang di sebut warga lokal sebagai kelok ampek puluah ampek, adalah jalan yang menghubungkan Maninjau dengan Bukit tinggi. Sesuai namanya, jalan ini memiliki 44 belokan curam, yang di setiap belokannya terdapat nomor yang menunjukan kelokan keberapa. Yang membuat jalan ini terkenal karena jumlah kelokannya yang luar biasa banyak dan juga keindahan pemandangan sekitar kelok 44. Dijamin pusing dan mual akan hilang karena terkagum-kagum dengan pemandangan sepanjang jalan yang kita lewati. Tapi jujur saja, menurut saya orang yang menyetir di kelokan ini harus benar-benar orang yang sudah jago nyetir mobilnya, karena dari belokan yang satu ke belokan selanjutnya, kelokan ini berbelok patah.
Danau Maninjau dilihat dari kelok 44

AMBUN TANAI

Begitu kita keluar dari kelok 44, tidak sampai 30 menit kita akan melewati lokasi Ambun Tanai. Lokasinya berada di jalan yang menanjak, di pinggir jalan. Tempat ini memiliki tower bernama Tugu Pandang yang fungsinya untuk digunakan oleh pengunjung yang ingin melihat Danau Maninjau dari ketinggian. Disini juga terdapat taman dengan banyak aneka bunga-bunga yang menambahkan kesan asri. Selain itu juga terdapat taman bermain anak-anak di sisi lain taman. Lokasi ini masih terbilang baru karena baru ada sejak 2014. Untuk masuk ke tempat ini, kita perlu membayar tiket masuk hanya dengan Rp 3.000 saja.
Pemandangan danau Maninjau dari Ambun Tanai

PUNCAK LAWANG

Tempat ini berada di atas lagi dari kelok 44 sebelum menuju bukit tinggi. Disana kita bisa melihat danau Maninjau dari puncak bukit. Selain itu Puncak Lawang juga digunakan sebagai lokasi untuk olahraga paralayang. Awalnya saya ingin kesana, tapi waktu melihat mobil yang sudah mengular parkir hingga memenuhi jalan menuju puncaknya, saya mengurungkan niat. Mungkin lain kali saja, waktu sedang tidak musim liburan seperti sekarang.

JAM GADANG

Gadang yang dalam bahasa minang berarti besar, menggambarkan dengan tepat jam ini. Jam gadang yang berarti Jam besar. Saya dulu berpikir keberadaan jam gadang ini sama seperti Big Ben di Inggris, versi lokalnya. Jam gadang berada di Bukit Tinggi, dan selalu ramai oleh wisatawan. Lokasinya yang berada di pusat kota dan dekat pasar Ateh menyebabkan suasananya selalu padat. Di sekitarnya banyak terdapat toko-toko yang menjual cendramata, cd minang, dan makanan khas minang.
Ini adalah kali kedua saya ke bukit tingi dan mengunjungi Jam Gadang. Jam yang sudah di bangun sejak jaman Belanda ini masih terawat dengan baik. Biasanya kalau ke Padang, orang-orang wajib untuk datang kesini, karena jam gadang salah satu trademark dari kota Padang.
Jam Gadang di Bukit tinggi

Selain tempat - tempat diatas juga masih banyak sekali tempat indah lainnya yang perlu dikunjungi, sayangnya waktu saya singkat sehingga belum bisa mengunjungi semuanya.

Untuk penyuka pantai, 

kalian bisa datang ke pulau Suwarnadwipa, Pulau Sikuai, Pulau Pandan, Pulau Pisang, Pulau Sibunta dan Pulau Sawo.

Untuk tempat non-pantai, 

kalian bisa mengunjungi Istana Pagaruyuang di Batusangkar,  Goa Jepang di Bukit Tinggi, Danau Singkarak di antara Padang Panjang dan Solok, Batu malin kundang di pantai air manis, dan yang saya belum sempat kunjungi tapi ingin sekali saya lihat yaitu Danau Atas Bawah, danau yang terletak di ketinggian bukit yang berbeda sehingga terlihat seperti ada dua danau di atas dan di bawah.

Semoga lain kali saya bisa berkesempatan untuk mengunjungi tempat -tempat wisata lainnya di Sumatra barat. 

Happy travels pals !!