Thursday, September 19, 2013

Sehari Keliling Jakarta

30 Juni 2012

Weekend di Jakarta kebanyakan orang memilih pergi ke Mall, yang pasti ga ada seru-serunya. Jadi saya dan teman-teman membuat  acara jalan-jalan keliling daerah Petak Sembilan dan Kota tua Jakarta. Meeting point di  shuttle busway Glodok. Untuk ke daerah Petak Sembilan kami hanya tinggal jalan kaki. Daerah petak Sembilan adalah daerah Pecinan di Jakarta.

Vihara Dharma Bhakti

Tujuan pertama kami adalah ke Vihara Dharma Bhakti, dan untuk sampai kesana kami akan melewati dulu daerah pasar tradisional di kanan kiri jalan. Sebelum sampai ke Vihara, kami isi perut dulu di salah satu kios makanan dekat Vihara. Menu yang ditawarkan juga sangat khas menu daerah Pecinan. Saya memesan bubur  seafood dengan Cakue, sedangkan teman yang lain ada yang memesan Bakao, Ice Lohan Ko ng-Yen, es teh liang. Perut kenyang, siap lanjut jalan lagi, akhirnya kami masuk ke Vihara Dharma Bhakti yang di depannya banyak sekali penjual bunga.

Disini juga bisa diramal. 2 orang teman saya mencoba untuk di ramal disini. Caranya mereka diberi 2 keping kayu seperti kacang seukuran genggaman tangan yang memiliki 2 sisi atas dan bawah. Lalu mereka harus menjatuhkan 2 benda itu bersamaan, jika kedua benda itu jatuh dengan posisi yang sama, maka harus diulang lagi untuk menjatuhkan kedua benda itu, sampai salah satu menghadap atas dan yang lain menghadap bawah. Kemudian jika sudah seperti itu mereka  diberi cangkir dengan banyak kayu sebesar sumpit, cangkir itu harus dikocok hingga jatuh satu batang, jika jatuh lebih dari sebatang, maka harus diulang lagi. Setelah satu batang jatuh, di batang itu terdapat angka, yang kemudian dibawa kepada seorang bapak yang bisa mengartikan. Mereka diberi selembar kertas kecil yang berisi ramalan.

Gereja Santa Maria De Fatima

Selesai dari Vihara Dharma Bhakti, kami melanjutkan menuju Gereja Santa Maria De Fatima. Gereja ini cukup unik, karena arsitektur khas Tionghoa masih sangat kental terlihat disana sini. Dari luar jika dilihat sekilas bangunan ini mirip Vihara, hanya saja yang membedakan adalah di salah satu sisi halamannya terdapat patung Bunda Maria, dan dibaian dalamnya terdapat deretan kursi yang biasa digunakan Jemaah.


Vihara Dharma Jaya Taosebio

Tidak jauh dari Gereja Santa Maria de Fatima, kami mengunjungi Vihara Dharma Jaya Taosebio. Dari bagian depan pintu Vihara terdapat ukiran dewa penjaga pintu di kepercayaan Tinghoa. Begitu masuk aula utama, banyak lampion menggantung di langit-langit vihara. Selain itu banyak lilin – lilin yang dinyalakan di bagian dalamnya. Vihara ini tidak kalah ramai dari vihara sebelumnya.

Setelah selesai berkeliling-keliling, saya penasaran ingin mencoba rujak Shanghai, khas daerah Pecinan.  Setelah tanya orang sana sini di jalanan, akhirnya kami menemukan tempat yang menjual mie shanghai.  Begitu datang, wooww ini toh rujak shanghai. Warna sausnya merah rasanya agak manis asam, ditabur kacang di atasnya. Isi dalamnya ada kangkung dan ubur-ubur yang sudah di rebus. Saya sih kurang suka rasa ubur-uburnya karena agak amis, jadi saya makan kangkungnya saja. Tapi setidaknya sudah tidak penasaran lagi bagaimana rasa dari rujak Shanghai.
Rujak Shanghai

Perjalanan berlanjut ke daerah Fatahilah. Disana ada kota tua, dan museum-museum lainnya.

Museum Bank Mandiri

Dari daerah Glodok kami berjalan kaki ke daerah Fatahilah dan mengunjungi Museum Bank Mandiri. Di bagian pintu depannya ada 2 patung pria mengenakan pakaian jaman Belanda. Museum Bank Mandiri ini memang sengaja mempertahankan nuansa tempo dulu. Di atas loket yang dulu digunakan sebagai loket teller, masih terdapat papan yang menggunakan bahasa Belanda. Bahkan petugas museumnya pun menggunakan baju yang berkesan jaman Belanda.
Bagian depan loket, masih menggunakan bahasa Belanda

Di bagian dalam, masih terdapat ruang kantor seperti jaman dulu dipakai, dan di salah satu ruangan terdapat banyak sekali sempoa di pajang dengan miring memenuhi dinding. Ada juga sebuah buku besar yang tingginya sekitar 2 meter.

Museum Bank Indonesia

Setelah itu kami mengunjungi Museum Bank Indonesia, yang lumayan juga jaraknya. Yang pertama terpikir oleh saya saat memasuki Meseum Bank Indonesia adalah megah, dan modern. Kami dilarang untuk mengambil foto menggunakan Blitz dan dilarang berisik. Museum ini menggambarkan sejarah Bank Indonesia dari masa ke masa. Selain itu juga memperlihatkan bagaimana perjalanan uang di dunia, dan bagaimana para penjelajah dunia menemukan tempat-tempat baru.

Di salah satu bagian terdapat replika dari emas-emas yang disimpan di Bank Indonesia. Wooww seandainya bisa punya emas sebanyak itu pasti enak banget, ga perlu kerja sampai tua.
Di bagian lainnya terdapat foto-foto dari masa ke masa Bank Indonesia, dari saat masih di bawah penjajahan hingga saat ini. Karena itulah di bagian lain terdapat pakaian semasa perjuanagn yang di pajang dan mannequin yang menggambarkan jaman perjuangan dulu.
Replika emas di Museum Bank Indonesia
Saat sudah puas berkeliling dan melihat-lihat Museum Bank Indonesia yang cukup luas, kami pergi ke kota tua. Dan ternyata disana sudah ramai dengan banyak orang yang sedang bermain sepeda ontel, dan foto-foto. Banyak juga yang menjual makanan khas Jakarta seperti kerak telor dan selendang mayang. Karena cuaca hari itu panas sekali, saya memesan es selendang mayang untuk mendinginkan  tenggorokan. Begitu selesai dan sudah puas jajan sana-sini, kami bermaksud untuk mengunjungi  Museum Fatahilah, sayangnya saat itu museum tutup. Tapi untungnya masih ada museum lain yang bisa dikunjungi. Akhirnya kami mengunjungi museum Seni rupa dan Keramik di Jakarta.

Museum Seni Rupa dan Keramik

Dari depan, museum ini tidak tampak seperti museum. Bagian depannya yang memiliki banyak pilar putih lebih cocok sebagai gedung pemerintahan.  Di bagian dalamnya ya seperti museum seni lainnya, penuh dengan lukisan-lukisan, yang sebetulnya saya tidak terlalu mengerti. Tapi kata temen saya yang mengerti seni, gambar disitu mengandung arti yang dalam, berhubung saya tidak mengerti saya cuma ikut-ikutan saja heheee….
 Sebetulnya ada satu Museum lagi di sekitaran kota tua, yaitu museum wayang. Sayang kami tidak sempat masuk.

Jadi jalan-jalan hari itu diakhiri di museum Seni rupa dan Keramik Jakarta. Secara keseluruhan jalan-jalan hari itu sangat memuaskan, karena dalam satu hari dapat banyakmengunjungi berbagai tempat.

Friday, September 6, 2013

2 HARI KELILING BANDUNG


23 agustus 2013

Weekend kali ini, saya ceritanya menjadi host untuk teman kosan saya dari Jakarta, Ari dan Dewi. Hari pertama kami akan pergi berkeliling mengelilingi museum dan beberapa tempat lain di Bandung. Karena kami akan menggunakan angkot, jadi kami pilih tempat-tempat yang memang terjangkau dengan angkot.
Start berangkat di hari Sabtu pagi, dari tempat saya di Cimbuleuit. Tujuan pertama kami adalah Museum pos di dekat gedung sate, untuk menuju kesana kita tinggal naik angkot caheum-ledeng yang menuju ke arah caheum, kemudian berhenti di sebrang Gedung sate.
Gedung Sate Bandung

1. Museum Pos

Museum pos buka setiap hari, dari jam 09.00 - 16.00 tapi museum tutup pada hari libur nasional. Letak museum pos berada di belakang Gedung sate Bandung, posisinya bersebelahan dengan kantor pos. Arsitektur bangunan masih bernuansa eropa, karena merupakan bangunan lama peninggalan Belanda.

Tidak seperti kebanyakan museum, museum ini terlekat di bawah tanah. Untungnya waktu kemarin saya kesana, dibagian ujung langit-langit sudah di rombak dan diberi fentilasi. Jadi keadaan museum lebih terang, tidak suram seperti dulu. Disini banyak terdapat kumpulan perangko dari berbagai negara. Kita juga bisa melihat sejarah pos dan perangko di dunia. Kotak surat dari jaman Belanda, Jepang sampai merdeka juga ada. Ada juga sejarah surat dari kerajaan di indonesia jaman dulu. Intinya museum ini lengkap banget buat yang mau tau soal sejarah pos dan perangko. Beberapa lukisan dan mannequin terpajang di museum ini menggambarkan sejarah dan perjalanan pos.
Kotak pos dari masa ke masa


Perangko pertama di Dunia
Mannequin yang menggambarkan pengantar pos mengirim surat


Perangko awalnya dibuat, karena pada jaman dulu biaya pengiriman surat akan dibayar oleh penerima surat. Dan kadang orang yang menerima surat tidak mau membayar, sehingga dibuatlah perangko untuk menghindari hal seperti ini.
Tidak jauh dari museum pos, kita bisa mengunjungi Museum Geologi yang jaraknya hanya sekkitar 5 menit dengan berjalan kaki.

2. Museum Geologi
Ini salah satu museum favorit saya di Bandung, banyak replika fosil-fosil purba. Dari antropoda, Mamoth, T-rex sampai tengkorak manusia purba juga bisa kita liat di sini. Di sisi lain museum, kita bisa melihat berbagai jenis batuan alam. Dilantai 2, terdapat ruang mengenai sumber energy. Ruangan ini di design menarik dan atraktif, dengan layar LCD touch screen yang menerangkan berbagai siklus energi.
Replika fosil T-Rex

Fosil Mamoth (Gajah Purba)

Tengkorak dari berbagai Ras 
Dulu masuk ke museum ini gratis, sekarang harus membeli tiket masuk. Tapi tenang, harganya super murah kok. Untuk pelajar cuma Rp 2000, untuk umum Rp 3000, dan untuk turis asing harganya Rp 10.000,-. Jam operasional museum ini dari jam 08.00-14.00.

3. Masjid Agung Bandung
Tujuan ketiga hari itu yaitu Masjid Agung. Dari Museum Geologi kita harus berjalan dulu ke arah Pusdai, dari sebrang Pusdai naik angkot jurusan Stasiun - Sadang Serang berwarna hijau. Turun di belokan Piade atau belokan menuju ke arah pasar baru. Dari sana saya dan teman-teman jalan ke arah Braga. Lumayan sih perjalanannya, kalau takut nyasar tanya aja orang-orang sekitar situ, pasti di kasih tau arahnya. Setelah sekitar 15 menit berjalan kaki sambil berhenti sana sini beli jajanan pinggir jalan, akhirnya kami sampai di Masjid Agung. Sebenarnya kalau mau naik angkot juga bisa, berhenti di stasiun, lalu naek angkot Gedebage atau angkot apapun yang lewat Masjid agung heheheee... Pokoknya kalo ragu tanya aja orang sepanjang jalan.
Dulunya menara Masjid Agung ini adalah gedung tertinggi di Bandung. Tapi sekarang saya kurang tau apa masih menjadi gedung tertinggi karena sudah ada apartemen-apartemen tinggi di Bandung. Masjid Agung ini bisa disebut dalam daerah alun-alun Bandung. Tempat yang dulunya merupakan daerah berkumpulnya orang-orang Bandung.
Untuk naik ke menara Masjid agung kita harus membayar Rp 3000 untuk dewasa, Rp 2000 untuk anak-anak, dan Rp 5000 untuk wisatawan. Menara Masjid agung setinggi 19 lantai, pintu hanya akan terbuka begitu kita sampai di lantai 19.

Ruangan di puncak menara, berbentuk lingkaran dan kita bisa melihat pemandangan kota Bandung. Walaupun terlihat padat dengan atap-atap rumah, tapu tetap saja menurut saya pemandangannya keren bangettttt. Apalagi backgorundnya gunung-gunung yang mengelilingi Bandung. Dulu saya pernah melihat Bandung dari puncak di perbatasan Cimbuleuit dan Lembang, dan view Bandung disitu terlihat seperti kota di dasar mangkok, dengan gunung sebagai pinggiran mangkoknya.
Anyway, setelah melihat ke atas menara, saya juga salat di dalam Masjid Agung yang ternyata sangattttt luas.
Kemudian kami meneruskan perjalanan ke Museum Konferensi Asia Afrika dengan berjalan kaki sekitar 10 menit.

4. Museum Asia Afrika
Begitu membuka pintu museum, kita harus melewati mesin metal detector. Bangunan museum ini dipertahankan dari bentuk asalnya saat dulu pertama kali digunakan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika di tahun 1955. Diluar gedung berderet tiang-tiang bendera yang biasa digunakan saat ada acara khusus kenegaraan. Museum ini buka pukul 08.00-15.00.
Di dalam museum ini banyak terdapat foto-foto dan kliping koran berita mengenai konferensi Asia Afrika. Disalah satu sudut ada tombol yang jika kita tekan, maka akan langsung terdengar suara pidato Bung Karno saat memimpin KAA (konferensi Asia Afrika).

Jangan lupa juga untuk masuk ke bagian ruang konferensi. Ini adalah ruang konferensi yang sama seperti saat dulu pertama kali KAA diselenggarakan. Di ujung deoan ruangan terdapat sebuah gong dengan tempelan berbagai bendera negara yang mengikuti KAA.

Saat kunjungan ini saya untuk pertama kalinya mengetahui bahwa sekarang ada ruang Mesir. Khusus membahas mengenai negara Mesir. Hal ini mungkin dilakukan sebagai penghargaan kepada Mesir yang memiliki kedekatan dengan Indonesia. Mesir juga merupakan negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia saat pertama kali Indonesia merdeka.
Begitu masuk ke ruang Mesir ini, lagu khas Mesir sudah terdengar. Di dinding banyak ditempel foto dan sejarah mengenai mesir.
Ornamen di ruang Mesir


5. Kopi Aroma
Setelah puas berkeliling Museum KAA, saya mengantar teman saya ke Kopi Aroma, yang juga tidak terlalu jauh dari jalan Braga. Kopi aroma adalah toko kopi yang sudah berdiri sejak 1930-an. Sayangnya saat saya tiba disana kami terlambat karena sudah tutup. 
Sebenarnya saya sudah beberapa kali datang ke tempat Kopi Aroma ini, pemiliknya dengan senang hati mengantar saya berkeliling pabriknya. Kita bisa melihat tempat penyimpanan kopi, seperti Robusta dan Arabica. Kopi ini akan dimasukan ke dalam karung dan ditimbun selama 8 tahun untuk mengurangi acid yang terkandung dalam kopi. setelah 8 tahun berat karung kopi ini bisa menyusut hingga 1/3nya. 
Kita juga bisa melihat mesin pemanggang dan mesin pemilah kopi yang sudah ada sebelum jaman kemerdekaan. Rasa dari kopi aroma ini juga sudah terkenal karena rasanya.

Tadinya saya, Ari dan Dewi mau melanjutkan ke Selasar Sunaryo, tapi karena sudah lewat jam 6 sore galerI seninya sudah pasti tutup, jadi kami merencanakan besok baru pergi ke galeri seni Selasar Sunaryo.

6. Punclut & Gasibu
Hari Minggunya, saya mengajak Ari dan Dewi ke Punclut, ini merupakan daerah perbukitan di Cimbuleuit atas yang setiap hari minggu berubah menjadi pasar kaget. Dari tempat saya tinggal naik angkot Ciumbuleuit, kanan kiri jalan menuju puncak di penuhi pedagang berbagai macam jualan. Dari penjualan ikan hias, kelinci, hamster, anak ayam warna warni, sampai segala jenis makanan pasar khas Sunda. 
Kami jalan hingga ke puncak bukit di depan gedung RRI, dan memilih makan di salah satu saung yang ada gambar foto Pak Bondan yang terkenal dengan jargon Maknyussss.
Pemandangan dari saung di punclut
Setelah kenyang sarapan di atas bukit sambil melihat pemandangan, kami lanjut ke Gasibu untuk belanja barang-barang murah. Gasibu ini lokasinya berada di sebrang Gedung sate, dan hanya ada setiap hari Minggu saja. Harga barang di Gasibu ini bisa beda sampai Rp 30.000,- kalau di bandingkan dengan beli di Jakarta. 

7. Selasar Sunaryo
Selasar Sunaryo berada di daerah Dago atas, kami menuju kesana dari Gasibu menggunakan angkot Riung Bandung dan berhenti di terminal Dago. Disana sudah banyak tukang ojeg mejeng siap untuk mengantar dan harga yang ditawarkan untuk diantar sampai Selasar Sunaryo Rp 10.000,- 
Sesampainya di Selasar Sunaryo kami diingatkan untuk tidak mengambil foto atau memegang barang disana. Biasanya saya sering ngantuk kalau pergi ke galeri seni, tapi Selasar Sunaryo ini pengecualian. Semua karya-karya yang di pajang unik. Seperti ada satu ruangan yang isinya adalah daun yang saling disambungkan sengan steples dan di gantung dari langit-langit seperti terpal di dalam ruangan. Lukisannya juga tidak kalah unik, media yang digunakan tidak hanya kanvas dan acliric, tapi juga bambu dan lain-lain.
Disini juga tersedia Kedai Kopi bagi pengunjung yang ingin ngopi setelah melihat karya seni disana.

Sebenarnya ada galeri lainnya yang saya suka di Bandung, yaitu NuArt. Galeri ini adalah milik Nyoman Nuarta, seniman yang membuat Patung Wisnu & Garuda di GWK Bali. Semua karya seni di galeri ini buat saya tercengang. Kebanyakan media yang digunakan adalah logam. Engga akan nyesel kalau datang ke galeri yang lokasinya di Sutra Duta Bandung ini.

Sebetulnya masih banyak lagi tempat wisata yang bisa dikunjungi di Bandung, seperti Tangkuban perahu, kawah putih ciwidey, Goa Jepang di dago pojok, wisata belanja di FO, dan wisata kuliner tentunya.