Tuesday, February 26, 2013

My first Snorkeling Experience

Sebagai orang yang engga bisa berenang, wajar saja kalau waktu disuruh nyemplung ke laut sempat ada rasa grogi. Kekhawatiran pertama yang terlintas tentu saja, bagaimana kalau saya tenggelam di laut?! 
Well, at the end I have to face it.

Pengalaman pertama saya snorkeling adalah waktu saya berlibur ke Phuket, Thailand. Selama 2 hari berturut-turut saya mengikuti tour keliling pulau-pulau di sekitar Phuket yang semuanya menyediakan paket snorkeling. Saya pergi ke Phuket dengan 3 orang teman saya lainnya. Ketiga teman saya ini semuanya bisa berenang, tinggallah saya yang bermodal nekat saja. Hari pertama, kapal berhenti di tengah Maya Beach atau orang disana sering menyebutnya Leonardo DiCaprio beach, karena pernah dijadikan tempat syuting The Beach yang dibintangi Leonardo Dicaprio tahun 2000 lalu. Pihak kapal sudah menyediakan pelampung dah alat snorkeling untuk masing-masing penumpang. Dari hasil pengamatan saya, banyak orang Asia yang tidak bisa berenang, dibandingkan dengan para bule-bule yang langsung melompat ke laut, bahkan mereka juga membawa balita mereka berenang di laut. Jadi malu sendiri nih, udah umur segini masih belum bisa berenang di laut tanpa pelampung. 

Awalnya saya masih pikir-pikir apakah mau ikut masuk ke laut atau tidak, tapi udah jauh-jauh ke Phuket masa ga snorkeling -___- Akhirnya berbekal nekat dan perlengkapan snorkeling + jaket pelampung, saya lompat ke laut. Dan ternyata jaket pelampung saya kebesaran, dan tali dibagian kakinya sudah tidak ada, jadi pelampung saya naik ke leher tanpa bisa menopang badan saya yang tetep turun ke bawah. Haduhh agak belibet nasib orang yang ga bisa berenang ini. Akhirnya saya naik ke kapal lagi untuk membetulkan jaket pelampung yang seadanya itu dan lanjut berenang-renang di laut.
Di Maya Beach ini, jumlah orang yang masuk ke laut cukup ramai, karena kapal yang dibawa adalah kapal ferry mini. Jadi kalau dilihat dari atas kapal, pemandangannya agak mirip cendol berwarna warni.
Snorkeling di Leonardo Dicaprio Beach / Maya Beach
Hari kedua, saya mengikuti tour Krabi Island, menggunakan speedboat, kami snorkeling di chicken island. Karena menggunakan speedboat, maka jumlah orangnya pun lebih sedikit, sekitar belasan orang saja. Saya sempat membawa biskuit untuk diberikan ke ikan-ikan disana. Saking banyaknya ikan yang bergerombol (schooling fish), saya sampai bisa memegang ikan-ikan itu. Snorkeling hari kedua way better banget lah, dari sisi tempat lebih sepi, ikan lebih banyak, dan pelampungnya masih bagus, jadi saya engga tenggelam lagi karena pelampung yang naik sedangkan badan saya melorot heheheee...


Ikan-ikan kecil akan mendekat kalau kita bawa biskuit atau roti

Area Chicken island jauh lebih sepi dibanding Maya beach yang crowded
Overall, untuk yang tidak bisa berenang seperti saya, tetep bisa snorkeling kok. Cuma pastiin aja pelampungnya dipasang dengan benar. Dan jangan panik.

Selamat Snorkeling. :) 





Monday, February 25, 2013

Ke Taman Safari dengan Angkutan Umum

11 Juli 2012


Sebagai orang luar Jakarta yang kerja di Jakarta, entah kenapa saya ga betah lama-lama di Jakarta. Jadi tiap ada kesempatan libur diluar Sabtu-Minggu, rasanya pengen langsung kabur dari Jakarta. Kesempatan muncul waktu ada pengumuman bahwa kantor akan diliburkan saat PeMiLuKada DKI Jakarta. Libur 1 hari itu tentu salah satu gerbang saya untuk jauh-jauh dari jakarta, tapi karena libur di hari Rabu, tentu sulit menentukan tempat liburannya. Akhirnya saya mengajak teman kosan saya untuk berlibur ke Taman Safari. Saya berangkat bersama 2 orang teman kosan. Tidak adanya diantara kita yang mempunyai transportasi, tidak menjadi masalah, kami tetap go show menggunakan transportasi umum.

Kami berangkat dari stasiun Manggarai menggunakan kereta Commuter line jam 6.30pagi, sampai di stasiun Bogor satu jam kemudian. Untungnya keretanya cukup kosong pada waktu itu jadi kebagian duduk. Dari stasiun kami melanjutkan dengan angkot 03 yang ke arah Baranangsiang. Kita turun di Baranangsiang dan melanjutkan dengan angkot 01 ke arah Ciawi, kita turun di Tajur. Dari Tajur, lanjut menaiki angkot berwarna Biru ke arah Cisarua, berhenti di persimpangan Taman Safari. Kalau ga yakin, tanya aja supirnya biasanya supir-supir disana pasti tau.

Sebetulnya kami mengejar sampai di taman safari pukul 9, begitu buka kami langsung masuk. Tapi apa mau di kata, cacing di perut sudah bikin orchestra karena belum sarapan. Akhirnya kami makan di warung pinggiran dekat Cimori. Begitu perut kenyang, kami lanjutkan perjalanan menggunakan angkot berwarna merah yg membawa langsung hingga ke parkiran taman safari. Sebenarnya banyak juga Ojeg yang menawarkan jasa untuk mengantar ke Taman Safari. Cuma berhubung harga angkot pasti lebih murah, jadi saya pilih angkot aja hehehee...

Rincian Transportasi Keberangkatan:

Jakarta - Taman Safari:

Commuter Line Manggarai - Bogor                          : Rp 7.000,-
Angkot 03 (Bubulak - Baranangsiang) Warna Hijau  : Rp 2.500,-
Angkot 01 (Baranangsiang - Ciawi) Warna Hijau      : Rp 2.500,-
Angkot ke arah Cisarua Warna Biru                          : Rp 4.500,-
Angkot ke Taman Safari warna merah                       : Rp 4.500,-

Dari parkiran, kami harus jalan kaki, awalnya sempat bingung dimana jalur untuk membeli tiket untuk yang tidak membawa kendaraan. Ternyata ada sidewalk yang khusus untuk pejalan kaki. Harga tiket waktu itu Rp. 100.000,- Agak kaget juga sih, karena estimasi kita harga masuk kesana cuma Rp. 75.000,- hahahaa... ternyata harga udah naek. Setelah memiliki tiket, kami diberi tau bahwa tersedia bus untuk mengantar berkeliling Taman safari dan itu gratisss :D 
Di beberapa tempat, bus yang kami tumpangi sempat berhenti cukup lama karena di beberapa area, ada pembatasan jumlah mobil yang masuk dalam jangka waktu tertentu. Hal ini bertujuan agar hewan tidak stres atau merasa terganggu. Taman safari dibagi kedalam beberapa area sesuai habitat asli dari para hewan disana, yaitu Asia, Afrika, Amerika dan Eropa.




Selesai berkeliling dengan bus, kami diturunkan di satu spot pemberhentian. Untuk yang ingin berkeliling dengan menaiki gajah, taman safari juga menyediakan sarana itu, selain itu juga terdapat kereta gantung untuk melihat taman safari dari udara
Dalam satu hari, terdapat beberapa pertunjukan hewan-hewan di Taman safari. Jadwalnya bisa dilihat di brosur yang didapat di pintu masuk saat membeli tiket.
Tempat pertama yang kami masuki adalah kawasan Baby Zoo. Disana kita bisa berfoto dengan anak orang utan, anak harimau putih dan anak macan tutul. Harga untuk sekali berfoto dengan anak orang utan adalah Rp 25.000,- sedangkan untuk berfoto dengan anak macan tutul atau anak harimau putih kita harus membayar Rp 15.000,-
Mendekati jam makan siang, kami berpindah ke kawasan utara, dimana kita bisa memberi makan gajah. Kita bisa membeli wortel yang dijual disana seharga Rp 5.000,-/ ember kecil.
Memberi makan gajah, salah satu pengalaman yang ditawarkan di Taman  Safari
Jika kita terus jalan ke utara, kita bisa menonton pertunjukan harimau yang beratraksi dengan pawangnya. Sayang untuk pertunjukan ini kami terlambat, sehingga tempat sudah sangat penuh dan sulit untuk melihat atraksinya.
Tapi masih ada 2 atraksi lainnya yang kami sempat tonton, yaitu atraksi singa laut dan atraksi burung pemangsa. 
Atraksi Singa laut ini sangat menghibur menurut saya, dan juga atraktif. Singa laut yang sudah terlatih ini bisa melakukan atraksi memasukan bola kedalam keranjang, beris berbaris, melompat untuk mengambil ikan yang ditempelkan ke mulut trainernya. Dan terkadang mereka usil menyipratkan air dari dalam kolam ke para penonton. Sehingga sebagian besar penonton di bagian depan basah terkena cipratan air heheheee...


Atraksi singa laut yang lucu-lucu

Tidak lama setelah pertunjukan singa laut selesai, kami buru-buru untuk menonton pertunjukan burung pemangsa yang tidak jauh dari arena singa laut. Penonton duduk mengelilingi sebuah lapangan cukup luas. Pertunjukan ini juga sangat interaktif dengan penonton. Beberapa kali trainer meminta sukarelawan dari penonton untuk maju kedepan, biasanya yang ditunjuk adalah anak-anak atau remaja. Penonton yang maju kedepan, bisa merasakan pengalaman memberi makan burung secara langsung.
Dan bintang dari acara ini adalah ketika salah satu burung terbesar di spesies burung muncul. Burung itu adalah burung pemakan bangkai, ukuran badannya saja sudah cukup besar, apalagi saat burung ini merentangkan sayapnya, terlihat lebar sekali.
Burung pemakai bangkai, salah satu burung dalam atraksi burung pemangsa


Jika kita berjalan terus ke atas dari tempat pertunjukan burung pemangsa, kita akan menemukan tempat penguin yang sedang berenang-renang di dalam aquarium, terkadang kita juga bisa memberi makan penguin-penguin itu. Di bagian luarnya ada banyak kangguru yang sedang bersantai di lapangan.



Sayangnya waktu saya kesana, bagian kandang komodo sedang dalam perbaikan, jadi saya tidak sempat melihat komodo dari dekat.
Selesai berkeliling kami menumpang bus taman safari untuk diantar hingga ke parkiran. Tapi ternyata parkirannya berbeda dengan parkiran tempat kami datang tadi pagi. Disini tidak ada angkot-angkot penumpang, semuanya hanya mobil-mobil pribadi. Akhirnya kami memutuskan untuk bertanya ke salah satu petugas disana, ternyata untuk sampai ke parkiran yang ada angkotnya, kami harus jalan keluar dulu. Kami disuruh untuk mengikuti tanda penunjuk arah.
Kami kira bakal gampang aja, ternyata sempet nyasar juga karena bingung arah keluar mana yang harus dipilih waktu melewati persimpangan. Tapi ending-nya kami ketemu juga tempat parkirnya, dan angkot-angkot sudah mejeng siap mengangkut penumpang fiuuuhhh...
Kami langsung naek angkot itu dan berhenti di Cimori. Dari Cimori kami naik bus, sebenarnya bisa naek bus apa saja asalkan jurusan ke Jakarta, bus ini tujuan akhirnya di terminal Kampung rambutan. Dari Terminal Kampung rambutan tinggal naik busway aja deh ke tujuan masing-masing. Behubung waktu sampai di Matraman, penuh banget shuttle buswaynya, dan kita udah cape banget, jadi kami memutuskan naek bajaj aja, lumayan bertiga cuma Rp 15.000,- jadi masing-masing bayar Rp 5.000,- aja. Dan akhirnya sampe juga di kosan :)


Rincian Transportasi Pulang:

Taman Safari - Jakarta:
Angkot dari Taman Safari ke Cimori  : Rp 5.000,-
Bus apapun yang menuju ke Jakarta   : Rp 10.000,-
Busway                                             : Rp 3.500,-
Bajaj                                                 : Rp 5.000,-


So total pengeluran hari itu:
Ongkos Pergi       : Rp 21.000,-
Sarapan               : Rp 14.000,-
Tiket Masuk TSI  : Rp 100.000,-
Ongkos Pulang     : Rp 23.500,-
----------------------------------- +
Total                      Rp 158.500,-


NB: Semua harga yang tercantum bisa berubah sewaktu-waktu

Some pictures was taken by @Dewi_3






Thursday, February 21, 2013

They called it Mitu


You know one of so many advantages of traveling is that you can learn and find something new, and that will enhance your knowledge. I’m gonna tell you how I found a fruit that I’ve never seen, or tasted, or heard about it, until that time. 2 years ago, while I was on my way back from my backpacker trip to Bali with my friends. I was on the economic train, and as you know one of the “privilege”  by using economic train is that you will find a lot of huckster. What they sell? Well a lot of things, from meal, snack, fruit, all are original stuff from that place where the train stop.
Me and my friends were on the train from Banyuwangi to Surabaya, when suddenly there’s a middle age woman sell some fruits. We’ve never seen this kind of fruits before. When we ask what the name of that fruit, she said it called Mitu. From the outside it’s like guava, but the texture of its skin is like orange. And the taste of this fruit is like Rambutan or Lengkeng (Longan).
Until now, I’m still craving to taste it again. Unfortunately I cannot find it anywhere, and even most people who I ask about this fruit they have never heard a fruit named Mitu. My mom told me, it might be the same with fruit named Sawo Emas. But she said it’s extinct. :( 

The fruit called Mitu
If anyone know about this fruit maybe you can share the information to me. I just still curious about this fruit J



Out of Luck??


Sometimes, we don’t always get what we want. Exhibit A: last year I went to Kiluan Bay. It’s actually a rural area in southern Lampung. But it’s well known as a beautiful bay where you can see dolphins swimming around you.
Here’s the story, I went there coz I really want to know the sensation to see those dolphins when they come swimming around my boat. Not long before my arrival, the friends of my friend went there, and they saw dolphins plus the whale. How cool is that?!
Anyway, the way to Kiluan is not that smooth, I mean literally because some part just not be asphalt yet. It takes several hours from Karang in Bandar lampung, to Kiluan. I arrived there at night, and I just knew that they don’t have electricity supply. Well they have it only from generator. So the rule is you only get the electricity from the generator start from 6pm until 12am in the mid night. And all the generators will be turned off. I woke up the next morning, and ready to see the dolphin. I walked to the back of the house where I stay last night, not far from there, the bay is waiting. I got into a boat, it’s quite long boat, so slim. I got there with 3 others girls and the fisher man the one that driving boat is keep standing.
It’s so beautiful to see the ocean that early morning. After awhile, all I can see only the blue ocean and the sun is getting higher and hotter. I wonder where are those dolphins at. I turn my head around to see any sound that will sound like dolphins. But nothing. The fisherman told me that usually we already can see those dolphins, a lot of dolphins swimming in group around the ocean.
So the fisherman was went further took us. All I can see is the blue wave, which I won’t be realize either if one of the wave that I saw was a dolphin. Another thing came up in my mind. Man, I’m in the middle of the ocean. And the water must be deep, one thing for sure I cannot swim. Even tough I already wore a life jacket, still I don’t believe that will work. After awhile, we decided to go back to the bay, by going on the circle to see the other side of the island.
Well that might be not my lucky day. I didn't find any dolpin that day. But one thing for sure, I had a great time while I was there, coz I went there with great people J

Monday, February 11, 2013

Naik - Naik ke Puncak Bromo (Mountain Bromo)


Jalan-jalan akhir tahun biasanya saya melakukan traveling dengan teman-teman saya. Tapi berhubung akhir tahun 2012 ini masing-masing sudah mempunyai rencana masing-masing akhirnya saya mencari rencana perjalanan untuk saya sendiri. Seperti yang sudah saya ceritakan di blog sebelumnya, saya pergi ke Bromo dalam trip 6 hari keliling Jawa-Madura.
Perjalanan saya dimulai ketika saya sampai di Restoran Panorama, Malang. Saya tiba disana pukul 12 malam. Begitu turun dari bus, saya langsung disambut oleh 2 lapak penjual syal, sarung tangan dan kupluk. Berhubung saya belum ada syal, saya beli saja syal disitu dengan harga Rp.10.000,- Karena Elp baru datang menjemput jam 2 malam, jadi saya masih bisa tiduran di mushola dekat restoran Panorama itu.
Jam 2 Elp pun datang, saya memulai perjalanan jam 2.30 malam menuju kaki gunung bromo. Elp membawa saya hingga ke terminal yang berisi Jeep yang akan membawa saya hingga ke atas gunung Bromo. Perjalanan denga Elp memakan waktu 1 jam, yang kemudian dilanjutkan dengan 1 jam berikutnya menumpang Jeep. Jeep saya tidak bisa  sampai ke puncak karena sudah banyak antrian jeep-jeep lain yang datang lebih awal. Karena mengejar matahari terbit, saya buru-buru jalan mendaki untuk sampai ke spot yang biasa digunakan untuk melihat matahari terbit (view point). Sayangnya teman saya tidak kuat untuk terus jalan, jadi kami memutuskan untuk naek ojeg sampai ke titik jalan yang memungkinkan dilewati kendaraan bermotor. Harga 1 ojeg adalah Rp.10.000,- jadi kalau yang naik berdua, maka tiap orang hanya membayar Rp. 5000,- Dari tempat turun ojeg, saya harus jalan lagi menaki tangga hingga sampai ke view point.
Disana sudah banyak orang-orang lain yang juga ingin melihat sunrise dari puncak Bromo. Beberapa membawa tripod dan kamera SLR untuk mendapat gambar yang lebih bagus. Kondisi hingga jam 5 pagi itu masih gelap, belum terlihat gambaran gunung di depan saya. Hingga jam setengah enam, masih juga belum terlihat matahari terbit yang saya tunggu-tunggu dikarenakan cuaca yang agak mendung. Kadang sekelebat untuk beberapa detik saya bisa melihat pemandangan gunung semeru, dan gunung batok saat awan sedang bergeser, tapi tidak lama kemudian kabut kembali menghalangi pemandangan. Beberapa orang memutuskan untuk kembali turun karena merasa tidak akan melihat pemandangan sunrise-nya.
Mendekati jam 6 pagi tiba-tiba terdengar suara kekaguman dari semua pendaki yang datang. Dan ternyata saat saya melihat pemandangan saya sudah berubah 100%. Tidak ada lagi kabut yang menutupi, digantikan dengan pemandangan pegunungan dan bentangan pasir. Pemandangan yang saya liat ini benar-benar bikin speechless saking indahnya. Seakan tidak bisa puas untuk melihat pemandangan yang terhampar terus menerus.
Banyak orang yang sudah berkumpul untuk mengabadikan moment  matahari terbit di Bromo

Gunung Semeru terlihat menjulang paling tinggi di antara gunung-gunung  lainnya
Setelah puas dengan pemandangan dari view point, saya beranjak turun kembali ke tempat jeep diparkir untuk kemudian menuju kawah Bromo. Sepanjang perjalanan daya terkagum-kagum melihat pemandangan yang saya lewati. Gunung-gunung yang berwarna kuning-keabu-abuan, juga permukaannya seakan bergelombang tidak seperti gambaran gunug-gunung yang biasa saya lihat.


Gunung Batok, yang mengitari gunung Bromo
Jeep berhenti di padang pasir yang sudah dipenuhi oleh puluhan mobil-mobil jeep lainnya. Untuk sampai ke puncak kawah gunung Bromo, kita perlu berjalan kaki menyusuri padang pasir itu. Taoi untuk yang tidak jalan jauh, bisa menyewa kuda dengan harga Rp 100.000,- bolak balik untuk diantar dari tempat parkir ke kaki tangga menuju kawah hingga diantar kembali ke tempat parkir.
Kuda yang biasa digunakan untuk mencapai kaki kawah gunung Bromo


Malam sebelum kedatangan saya, Bromo diguyur hujan. Hal ini ada untungnya juga, jadi pasir yang saya lewati tidak beterbangan. Menurut salah satu pemilik kuda disana, kalau sedang musim kemarau, pasir bisa terus beterbangan, hingga para joki kuda itu harus menutupi wajah mereka dengan sarung hingga hanya terlihat matanya saja.
Anyway, hari itu saya memutuskan untuk naik kuda, hingga ke bawah tangga menuju kawah. Anak tangga yang harus dilewati adalah 250 anak tangga (Menurut info supir jeep kepada saya). Saya sendiri sih engga ngitung jumlah anak tangga sebenarnya apakah tepat 250 buah.
250 anak tangga yang harus didaki untuk mencapai kawah Bromo
Sampai di pinggiran kawah, saya bisa langsung mencium aroma yang khas dari belerang. Saya memang tidak terlalu berlama-lama disana, karena saat itu angin sedang kencang dan bau belerangnya terasa lebih menyengat. Sebetulnya dibandingkan pemandangan dari kawah Bromo ini, saya lebih mengagumi pemandangan sekitar yang saya lihat dari puncak kawah itu sendiri. Kita bisa melihat hamparan pasir yang luas, dan berapa jauh ternyata jarak dari parkiran tempat jeep yang saya tumpangi di parkir hingga terlihat sangat kecil di puncak sini.
Kawah Gunung Bromo, yang biasa digunakan oleh suku tengger untuk membuang  sesajen

Hamparan pasir dilihat dari puncak kawah Bromo
Over all, menurut saya Bromo ini bukan jenis pendakian gunung yang berat. Sehingga bisa dijalani oleh orang-orang yang tidak hanya muda, tapi orang yang sudah berumur juga bisa melakukan trip Bromo ini. Satu lagi, setelah melihat keindahan yang membuat speechless seperti ini, kita tidak mungkin tidak teringat pada pencipta keindahan itu sendiri.  J





Java Trip 6 days / 5 nights (Keliling Jawa-Madura)


Udah cukup lama saya penasaran untuk bisa melihat langsung keindahan gunung Bromo. Terlebih lagi waktu saya mengirimkan postcard dengan gambar gunung bromo ke orang Jepang kenalan saya, dan ternyata dia bilang dia sudah pernah naik ke sana. Sedangkan saya yang orang Indonesia saja belum pernah ke Bromo  
-____-
Jadi bulan Oktober saya mulai deh cari-cari info, kira-kira kalau untuk pergi ke sana sendiri itu berapa. Dan ternyata oh ternyata…. Mahal juga kalo buat jalan sendiri kesana, hadeeuhh bisa tekor ini tabungan mana baru beres liburan sebelumnya ke Singapore. Jadi mulai bergerilya cari temen di kantor mungkin ada yang berminat untuk ikut. Tapi berhubung orang di kantor saya kebanyakan orang-orang yang sudah berkeluarga jadi agak repot untuk diajak backpacker ke gunung seperti ini.
And one day, out of nowhere, salah satu teman saya di bagian Finance, memberi tahu bahwa dia ada rencana untuk pergi trip keliling Jawa dengan orang-orang daerah rumahnya selama 6 hari, salah satunya nanti akan melewati Bromo. Tapi trip teman saya ini sebetulnya adalah trip untuk ziarah juga, jadi pastinya akan banyak mendatangi makam-makam. Awalnya saya malas juga untuk gabung, karena saya hanya tujuannya untuk ke Bromo saja, tidak ada tujuan untuk mengunjungi kota-kota lain, apalagi makam. Tapi setelah sekian lama masih tidak nemu teman yang bisa diajak backpacker juga, jadi saya putuskan ikut tour dengan teman kantor saya ini.
So, it’s positive that I’ll join the tour with my friend. Dengan membayar Rp.550.000,- untuk transportasi selama 6 hari, makan siang gratis di hari pertama,  biaya elp, jeep, tiket masuk ke bromo, parkir dan bensin sudah termasuk ke Rp.550.000 itu.

Hari-1:
Tanggal 25 Desember 2013, saya berangkat naik bus jam 7 pagi dari Jakarta dengan tempat pertama yang di datangi adalah Masjid agung Jawa tengah, saya masih sempat untuk naik ke menaranya. Menara ini buka untuk pengunjung hingga jam 8.30 malam. Untuk naik ke menara yang memiliki tinggi 19 lantai ini, kita harus membayar Rp.5.000,-.  Di lantai 2 dan 3 dari menara ini terdapat museum, yang buka dari pagi sampai jam 3 sore. Sebetulnya saya penasaran ingin melihat Masjid agung ini saat payung di bagian depannya terbuka, sama seperti payung yang ada di masjidil Haram di Mekah. Tapi berhubung payung itu hanya dibuka saat salat Jumat jadi saya belum berkesempatan melihatnya kali ini. Setelah mengunjungi masjid agung jawa tengah, saya lanjut ke Masjid Agung Demak di depan Alun-alun demak dan menginap di daerah sana. Kami menginap di wisma bernama wisma MUTIARA yang cukup nyaman dan bersih, 1 kamar saya sharing dengan  4 orang lainnya. Per orang membayar Rp. 25.000. 
Masjid Agung Jawa Tengah dilihat dari atas menara di waktu malam
Hari-2:

Paginya saya terbangun mendengar ada suara ibu-ibu mengetuk pintu menawarkan nasi pecel, harganya cuma Rp.3.000 saja, dan lumayan untuk mengganjal perut di pagi hari. Pagi itu saya mengunjungi Makam Sunan Kalijaga yang jaraknya hanya 5 menit jalan kaki dari wisma tempat saya tidur semalam. Sepanjang lorong jalan masuk, dikanan kirinya beridiri toko-toko souvenir. Dan di luar area makam banyak terdapat orang yang menjual wedang ronde, dengan harga Rp 4.000. Menurut saya wedang ronde di alun-alun Jogja masih jauh lebih enak dinbanding dengan wedang ronde disini.
Bagian depan pendopo Makam Sunan Kalijaga

Lorong menuju makam yang di kanan kirinya diisi oleh penjual souvenir
Siangnya kami melanjutkan perjalanan ke Madura. Ini pertama kalinya saya melewati jembatan Suramadu. Untuk kendaraan roda 4, melewati Suramadu ini dikenakan Rp.30.000,- Cuma saya tidak perlu bayar lagi karena sudah termasuk dalam biaya Rp.550.000,- sebelumnya. Di Madura saya mengunjungi masjid Kholil. Masjidnya cukup besar dan bagus, walau tentunya tidak sebesar masjid agung Jawa Tengah. Untuk yang mau beli souvenir di dekat parkirannya banyak. Tapi kalo disini saya engga berani nawar ngotot, soalnya orang yang jualannya kalau ngomong lebih ngotot lagi, tapi mungkin juga karena memang logatnya saja yang seperti itu.
Oh iya, di daerah sana ada 1 tempat makan bebek yang terkenal enaknya, namanya bebek Sinjai. Katanya orang-orang Surabaya saja sering yang bela-belain untuk nyebrang ke Madura demi makan bebek Sinjai ini. Harga seporsi Rp.25.000. Saya biasanya tidak suka makan bebek karena amis baunya. Tapi begitu nyoba bebek Sinjai ini, enaaaakkkkk banget, di makan dengan sambel mangga muda, rasa daging bebeknya tidak amis, jadi mirip daging ayam dan tidak liat juga.
Beres dari Madura, saya kembali ke Pulau Jawa untuk mengunjungi tempat yang jadi alasan saya untuk ikut tour ini, Gunung Bromo.
Selama perjalanan menuju Malang, cuaca hujan gerimis, saya  sih berdoa semoga waktu subuh sudah cerah lagi sehingga bisa melihat matahari terbit langsung di Bromo.

Hari-3:
Jam 12 malam saya tiba di sebuah restoran yang biasa digunakan untuk tempat persinggahan orang-orang yang akan pergi ke Bormo, nama restorannya Panorama. Lagi-lagi begitu turun dari bus, di parkiran sudah ada 2 lapak pedagang yang berjualan rajutan syal, sarung tangan, kupluk. Harga syal biasa Rp.10.000,- tapi untuk syal yang ada tulisan Bromo, dijual lebih mahal yaitu Rp.25.000,-. Sedangkan harga untuk kupluk Rp.10.000 dan sarung tangan Rp 5.000,-.
Untuk sampai ke Bromo saya melanjutkan perjalanan dengan Elp ke arah Bormo dan berhenti di tempat yang mirip seperti terminal untuk Jeep. Kemudian melanjutkan dengan jeep hingga dekat titik puncak spot untuk melihat matahari terbit di Bromo. Pemandangannya indaaahhh banget dari spot sunrise itu, banyak orang-orang yang khusus membawa tripod untuk mengabadikan pemandangan pagi itu dengan kamera mereka. Setelah puas, saya kembali turun dan menuju ke kawasan kawahnya. Untuk cerita Bromo ini saya bahas lebih lengkap di blog selanjutnya aja ya heheheeee…

Pemandangan dari view Point Gunung Bromo
Selesai dari Bromo saya pergi ke kota Blitar, disana saya menginap dengan harga Rp.25.000,- dengan share kamar dengan 3 orang lainnya. Kebetulan sedang ada pasar malam di dekat alun-alunnya. Di salah satu gedung dekat alun-alun yang sedang mengadakan acara konser dangdut saya melihat ada papan besar bertuliskan “Malam ini menampilkan (nama seseorang yang tidak saya kenal)” . Nama yang tidak saya kenal itu mungkin penyanyi dangdut terkenal di Blitar. Pasar malamnya cukup ramai, tapi tetap tertib, tiap pedagang memiliki kios masing-masing yang tidak sampai tumpah ke jalan.

Hari-4:
Pagi-pagi saya segera pergi menuju depan tempat menginap saya untuk mencari becak, yang ternyata bukan hal yang sulit karena di depan penginapannya itu ternyata sudah banyak berjejer tukang becak. Ada yang unik pagi itu di depan penginapan, karena tiba-tiba seperti ada pasar tumpah dadakan, dengan penjual sayuran, dan tentu saja masih ada penjual souvenir. Tapi berhubung saya tidak tertarik belanja saya langsung mencari salah satu becak yang bisa mengantar saya ke tujuan pertama saya pagi itu yaitu Museum Istana Gebang. Setelah tanya-tanya harga dan sebelumnya menanyakan terlebih dahulu ke orang di penginapan, ternyata kita bisa menyewa becak untuk dintar berkeliling dari penginapan, museum istana gebang, kemudian ke Makam Bung Karno, dan diantar kembali ke penginapan, dengan membayar Rp.25.000,-/becak. Harga ini sudah disepakati bersama antara para tukang becak dan dinas pariwisata Blitar. Jadi karena saya berdua dengan teman saya, per orang hanya butuh membayar Rp.12.500,-. Suasana pagi di Blitar dengan naik becak, benar-benar hal yang menyenangkan dan refreshing banget, karena jalan raya yang sepi, dan udara masih segar sekali. Dari penginapan saya ke Museum Istana Gebang mungkin sekitar 10 menit menggunakan becak. Begitu turun kita diberi kertas bertuliskan nomor yang menunjukan nomor becak yang kita gunakan. Jadi tiap becak disini memiliki nomor masing-masing yang bisa dilihat di tuliskan besar-besar di sandaran kursi atau di  kaos pengayuh becaknya.
Museum Istana Gebang ini sebetulnya adalah salah satu rumah peninggalan Presiden pertama RI Bung Karno. Pada bagian taman, berdiri sebuah patung Bung Karno berwarna putih, begitu masuk ke dalam rumah utama, kita langsung bisa melihat banyak foto-foto dan tulisan tangan Bung Karno dalam bingkai figura di dinding-dinding rumah. Kita juga masih bisa melihat bagian kamar tidur dari rumah itu. Di bagian belakang masih disimpan mobil milik Bung Karno. Pada samping rumah utama terdapat Balai Kesenian yang berisi alat-alat gamelan yang masih sering digunakan hingga saat ini.

Bagian dalam dari rumah tetap dipertahankan dengan keadaan asalnya.
Selesai dari Museum Istana Gebang, saya melanjutkan ke Makam Bung Karno. Untuk ukuran makam, komplek makan Bung Karno ini cukup luas, karena memiliki perpustakaan dan museum juga didalamnya. Untuk masuk ke Museum Istana Gebang dan Makam Bung Karno, kita tidak dikenai biaya alias gratis.
Nuansa Bali terasa dengan adanya gapura pada kompleks pemakaman

Makam Bung Karno yang tidak pernah sepi kedatangan peziarah
 Saya kemudian kembali ke penginapan untuk makan dan melanjutkan perjalanan selanjutnya ke daerah Merapi di Gunung kidul Jogja. Saya tiba di sana sekitar pukul 10 malam dan menginap di Cangkiran. Letaknya dibawah kaki gunung merapi. Tempat yang saya tempati malam itu sangat bersih, memiliki air hangat juga untuk mandi.

Hari ke-5:
Pagi hari saya jalan-jalan sekitar penginapan dan menemukan sebuah pasar tradisional, juga terdapat warung yang menjual tempe bacem tapi saya menyebutnya Tempe Caramel, karena rasanya yang menurut saya terlalu manis, seperti tempe yang di lumuri caramel. Pagi itu saya makan dengan tahu campur lamongan. Isinya lontong, tahu, dan diberi kuah yang manis mirip kuah di tahu gejrot. Biaya penginapan dan sarapan, saya bayar Rp. 40.000,-.
Selesai membereskan semua barang-barang bawaan, saya kembali ke bus untuk melanjutkan perjalanan untuk melihat-lihat daerah Kaliurang, kawasan ini termasuk daerah yang terkena dampak dari letusan gunung merapi. Selama perjalanan banyak terlihat rumah kosong yang ditinggalkan penguhinya, juga di beberapa tempat bisa dilihat rumah yang tertutup tanah hingga atap, juga tembok yang jebol oleh aliran lahar. Tapi ditengah semua bangunan yang luluh lantah itu, terdapat satu mushola yang dalam kondisi baik-baik saja karena entah bagaimana mushola itu selamat saat terjadinya banjir lahar. Disana juga saya melewati sungai aliran lahar dingin, bernama Kali Bendol.
Salah satu rumah yang menjadi korban terjangan lahar, hingga bagian dindingnya bolong
Kali Bendol, kali aliran lahar merapi
Dari Kaliurang saya melanjutkan perjalanan ke Jogja, untuk pergi ke Prambanan. Saya agak terkejut juga karena saat ini untuk masuk ke Candi terbesar yang di dalamnya terdapat Patung Rorojongrang, saya harus mengantri di luar pagar yang sekarang di pasang pagar besi. Jumlah pengunjung yang boleh masuk ke dalam candi maksimal 50 orang, dan setiap orang yang masuk hanya diberi waktu maksimal 15 menit. Pengunjung yang akan masuk ke candi ini, akan diberikan helm untuk digunakan kedalam candi. Menurut info, proses seperti ini akan terus di laksanakan untuk beberapa tahun kedepan, jika dilihat hasil beberapa tahun kedepan ini Candi Rorojongrang ini tidak stabil, terdapat kemungkinan candi rorojongrang akan ditutup untuk umum karena dianggap berbahaya. Oh iya,tiket masuk ke Prambanan itu Rp.30.000,-
Candi Prambanan
Selesai dari Prambanan, saya pergi ke daerah Keraton, tapi karena hanya punya waktu sedikit, saya langsung menuju ke daerah taman sari. Untuk menuju ke taman sari, kita harus masuk ke dalam daerah rumah-rumah penduduk dan banyak jalan berbelak belok. Walaupun terdapat sebuah peta besar untuk menunjukan wilayah taman sari, tapi berhubung saya tidak bisa membaca peta, jadi lebih baik bertanya pada penduduk sekitar sana. Tempat yang pertama saya kunjungi adalah Taman sari, yang dijaman dulu merupakan tempat mandinya para putri keraton. Selanjutnya saya mengunjungi mesjid bawah tanah yang masih berada di kompleks sekitaran sana juga. Ruangannya penuh dengan lorong-lorong panjang yang memutar. Di bagian tengahnya terdapat tempat yang mirip panggung kecil berfungsi untuk Muadzin pada jaman dulu saat akan mengumandangkan adzan.
Taman Sari, kolam yang dulunya digunakan untuk mandi para putri
Tempat terakhir yang saya datangi, tidak jauh juga dari masjid bawah tanah, yaitu reruntuhan keraton. Menurut teman saya, itu adalah reruntuhan keraton yang dihancurkan oleh Belanda, tapi memang dibiarkan begitu saja tidak dibangun ulang.
Reruntuhan Bangunan keraton

Pecahan patung yang terdapat di kompleks reruntuhan keraton.
Akhirnya setelah berkeliling di kompleks taman sari, saya pun kembali ke daerah Malioboro untuk mencari Bus yang saya tumpangi untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan ke kota terakhir, yaitu Tegal.

Hari ke-6:
Saya sampai di penginapan di daerah Guci, Tegal pada jam 2 pagi. Masih sempat tidur sebentar sebelum bangun pagi untuk pergi ke pemandian air panas. Jam 6 pagi saya segera menuju ke pemandian air panas di daerah Guci. Disini terdapat beberapa jenis pemandian yang bisa kita pilih sendiri. Ada pemandian di tempat terbuka yang memiliki pancuran-pancuran air hangatnya. Banyak orang yang memilih pemandian jenis ini karena ingin duduk diam dibawah pancurannya dan merasakan tekanan air pancuran seakan memijat pundak mereka. Ada juga jenis pemandian private dimana tiap orang diberi kamar masing-masing, yang didalamnya terdapat bak mandi besar seukuran bathtub dengan sebuah pipa air panas yang terus mengalir ke dalam bak mandi itu.
Harga untuk pemandian private ini pada hari libur sebesar Rp.5.000 untuk dewasa dan Rp. 3.500 untuk anak-anak. Sedangkan pada hari biasa harga untuk dewasa Rp. 3.500 dan anak-anak Rp.3.000.
Di sekitar pemandian ini masih benar-benar alami, dengan banyaknya pohon-pohon yang mengelilingi wilayah pemandian air panas. Disana juga banyak yang menjual makanan hangat sehingga setelah selesai berendam di air panas, kita bisa langsung lesehan di salah satu warung dan sarapan.
Saya melakukan perjalanan kembali ke Jakarta jam 10 pagi, dan sampai di Jakarta jam 8 malam. Entah bagaimana, walau sudah melakukan perjalanan darat selama 6 hari 5 malam, tapi badan saya masih seger-seger saja. Mungkin capeknya diobati pemandangan-pemandangan yang saya temui selama trip kali ini ya..