Wednesday, November 19, 2014

Coconut delight - Mangkok manis

Bandung yang terkenal dengan kulinernya, engga pernah berhenti memunculkan jajanan-jajanan baru buat pecinta kuliner. Salah satu yang lagi jadi favorit saya adalah Coconut delight dari Mangkok Manis. Nama tempatnya memang Mangkok manis, menu yang di tawarkan juga memang dessert manis-manis, mayoritas dengan es krim. Lokasinya di Jalan Cihampelas, sebrang hotel Batara.
coconut delight

Dengan Rp.25.000 kita bisa mendapatkan 1 porsi coconut delight yaitu setengah batok kelapa dengan isian kelapa muda yang diserut, 2 scoop es krim dan 4 topping pilihan bebas. Oh iya, khusus untuk pilihan es krim green tea harganya Rp. 30.000.

Saking larisnya, sering banget jam 7 malam udah sold out, kalau mau kebagian lebih baik datang dibawah jam 5 sore.
Soal rasa engga usah di ragukan lagi, pastinya seger banget. Dessert ini recommended untuk yang mau mencoba dessert unik yang berbeda dari dessert yang sudah ada kebanyakan.

Bon Appetit :)

Tuesday, September 23, 2014

TEBING KERATON & TAMAN FILM

21 September

What's new in Bandung?
Well, sebenernya akhir-akhir ini ada 2 tempat yang sedang heboh di social media, yang pertama ke tebing keraton, yang kedua taman Film.
Pertama kali saya tau soal tebing keraton itu sekitar bulan lalu waktu salah satu teman di path posting foto dia sedang berdiri di atas tebing yang di belakangnya pemandangan hijau pepohonan dan lautan awan. Saya penasaran, disitu pertama kalinya saya tau ternyata ada tempat baru yang lagi hits di Bandung, Tebing Keraton.
Orang-orang biasa pergi ke tebing keraton untuk melihat sunrise selain untuk berfoto di ujung tebingnya yang hits itu.
Akhirnya weekend ini saya bisa pergi juga ke tebing keraton yang lokasinya ke arah Dago pakar  bersama beberapa teman. Kami berangkat jam 5 subuh dari Dago dengan mobil pribadi. Ternyata saat sudah mendekati tebing keraton mobil kami di berhentikan oleh orang yang mengaku tukang parkir di tebing keraton. Dia menyuruh kami untuk memarkirkan mobil kami di bawah dan naik ke atas menggunakan ojeg yang harganya 50rb PP... Zzzzzzzz harga yang cukup mahal untuk ukuran ojeg di Bandung. 
Akhirnya kami tetap memaksa untuk naik menggunakan mobil, walaupun si oknum tukang parkir ini sempat bilang di atas parkir sudah penuh lah, macet di tanjakan lah, dan ada mobil selip. Bahkan dia sempat bilang kalau sampai ada apa-apa mereka ngga akan bantu karna kami sudah di dingatkan.
Kami pun melanjutkan pendakian dengan mobil, sampai ke depan tempat beli karcis. Dan ternyata engga ada macet, atau mobil slip, bahkan kami masih dapat parkiran mobil. Untung kita ngga jadi pakai ojeg, lumayan juga uangnya buat sarapan.
Tiket masuk ke tebing keraton berbeda untuk wisatawan lokal dan wisatawan asing. Wisatawa lokal hanya perlu bayar Rp.11.000 sedangkan wisatawan asing harus membayar Rp. 76.000
Oh iya tiket ini bisa digunakan untuk masuk ke wisata goa jepang juga lho di dago Pakar. Jadi seperti tiket terusan, kita engga perlu bayar lagi.
pemandangan dari atas tebing
Waktu saya sampai di tebing keraton ternyata sudah banyak orang disana, semua sedang sibuk memotret sana sini. Dari tebing ini kita bisa melihat gunung tangkuban perahu dari kejauhan dengan cukup jelas, dan di sekitar bawah tebing ini masih banyak pohon-pohon tinggi.
Jam 6 pagi masih banyak awan menutupi pemandangan di bawah tebing
Yang perlu di ingat, sekitaran tebing ini tidak di pagar, jadi harus hati-hati kalau melangkah, karna kalau kepeleset bisa-bisa jatuh ke jurang sekitar tebing.
Salah satu spot wajb untuk jadi tempat foto adalah sebuah batu di ujung tebing, saing curamnya ada tali tambang untuk berpegangan.
spot wajib buat foto di tebing keraton
Setelah puas melihat-lihat di tebing keraton, kami melanjutkan ke taman Film. Lokasi taman film berada di bawah jembatan Pasopati, dekat dengan Taman Jomblo. Untuk patokannya, taman Film ini berada di belakang Baltos (Balubur town square).
Karena berada di bawah jembatan layang, tentunya taman ini tidak panas sama sekali, di bagian depan banyak sepeda-sepeda parkir. Taman Film ini berudak dan di bagian dasarnya terdapat rumput sintetis yang berwarna hujau muda dan hijau tua yang membentuk pola menarik. Saking nyaman dan bersihnya rumput sintetis ini sampai-sampai kami bisa untuk tiduran di atas rumput buatan itu. Dan orang-orang yang datang pun semuanya membuka alas kaki mereka, jadi rumput ini seperti karpet yang tetap bersih.
taman film, dibawah jalan layang pasopati
Yang saya suka dari taman film ini selain designnya yang menarik, tapi juga banyaknya warga kota bandung yang berinteraksi disitu. Banyak anak-anak yang bermain-main, para ibu-ibu yang menemani anak-anaknya, dan anak-anak muda yang sibuk berfoto dan hang out bersama teman-temannya.
Menurut saya, salah satu kriteria sebuah kota layak untuk di tinggali adalah memiliki ruang publik yang bisa digunakan warga kotanya untuk saling berinteraksi.
Semoga Bandung akan terus semakin baik ke depannya :)



Update terbaru mengenai tebing keraton:
Sekarang bagian pinggir-pinggir tebing sudah diberi pagar kayu, sehingga lebih aman buat orang yang berkunjung :)


Pulau Pahawang

6-7 September 2014

Kaburrrr lagiiiiii....
Tiap ada kesempatan kabur dari Jakarta pasti saya iya-in. Apalagi kali ini ajakannya untuk pergi ke pantai Pahawang di Lampung. Sebenarnya udah lama juga saya dengar nama pantai Pahawang ini selain Kiluan yang sedang terkenal di Lampung, bedanya di Kiluan orang datang untuk melihat lumba-lumba, sedangkan di Pahawang lebih ke hopping island sambil bersnorkeling ria. 
Trip kali ini saya ikut sebuah open trip yang diadakan temannya teman. Meeting point di kampung rambutan, dan kemudian kami naik bus menuju merak. Di merak kami bergabung dengan teman-teman lainnya yang sudah menunggu di Merak, total rombongan 15 orang.
Ini pertama kalinya saya naik kapal laut dengan berjalan kaki, tidak menggunakan mobil atau bus. Jalur masuknya berbeda dengan yang menggunakan kendaraan bermotor. Kami langsung memilih kelas eksklusif, dengan tambahan bayar Rp. 11.000,- Ruangannya cukup besar dengan beberapa panggung untuk tiduran lesehan, jika menggunakan bantal, kita harus bayar Rp. 2.500.

Perjalanan ke Bakauheni terasa lama sekali, karena kami sudah naik ke atas kapal dari jam 2 malam, tapi kami baru tiba di Bakauheni sekitar jam 6 pagi, padahal biasanya hanya butuh waktu 2 jam saja.
So, di bakauheni APV yang kami sewa sudah stand by, kami menyewa 2 APV. Perjalanan dilanjutkan ke pelabuhan Ketapang, sekitar 3 jam lebih dari Bakauheni ke Ketapang, jadi kami sempat berhenti dijalan untuk makan siang.
Karena ada perubahan schedule akibat kapal yang molor sampai 2 jam, jadi dari Ketapang kami sudah bersiap dengan baju untuk snorkeling. Pulau tujuan pertama adalah Pulau Kalagian, jaraknya lumayan 1,5 jam lebih.
Alat Trasnportasi kami selama di pulau

Dari pulau Kelagian kami lanjut ke Pahawang besar, dan sempat turun untuk foto-foto karena pemandangan pasir putihnya dan pemandangannya yang menawan. Di pahawang kami sempat makan siang dulu di atas kapal, sebelum lanjut ke pulau terakhir di hari itu yaitu Pulau Tanjung putus. Kami juga akan menginap di Tanjung putus, karena Pahawang sudah full booked.
foto full team trip pahawang, di Pahawang besar

Sebenarnya kita bisa berjalan-jalan ke bagian lain tanjung putus, tapi ternyata jika sudah memasuki area cottage milik orang lain, kita tidak boleh masuk... Jadi waktu saya dan beberapa teman sedang enak-enak jalan-jalan ke bagian lain pulau, kami di usir, karena kami bukan orang yang menginap di daerah itu :(
Akhirnya kami kembali ke daerah pantai dekat tempat kami menginap, dan ternyata pemandanganya juga worth to see lah. Apalagi matahari terbenamnya, bikin betah untuk diam berlama-lama di pantai.
Breath taking scenery

Sehabis Isya, ada acara ramah tamah untuk saling mengenal antar orang di trip ini, maklum karena ini open trip tidak semua orang sudah saling mengenal. Kemudian dilanjutkan BBQ time... Yaaayyyy...
Tapi BBQ kali ini lebih mirip pesta ikan bakar, karena semuanya adalah ikan hahahhaa....
Sudah kenyaanggg, semua langsung tepar terkapar karena ngantuk.

Pagi hari kami semua sudah stay tuned, siap melanjutkan snorkeling setelah sarapan. Pulau yang kami tuju adalah Pulau gosong dan pulau Kelagian. Over all, Pahawang dan pulau-pulau sekitarnya cukup memuaskan. Tapi untuk snorkelingnya kebanyakan air lautnya terlalu gelap walau kita tetap bisa melihat schooling fish yang bergerombol banyak. Jadi trip untuk daerah sekitar Lampung dan Jakarta bisa jadi pilihan menghabiskan weekend
cottage yang dimiliki orang asing di Pahawang

Kami kembali ke Ketapang siang hari dan sudah dijemput dengan APV yang mengantar kami kemarin ke pelabuhan. Di perjalan pulang kami sempat berhenti di Toko YenYen untuk membeli oleh-oleh. Entah kenapa perjalanan pulang ini terasa lebih cepat di banding saat kami baru datang. Di bakauheni, kami mendapat kapal yang bagus, ini kapal laut terbagus yang pernah saya naiki. Ada pramugarinya, lounge nya juga bagus, dan ber-wifi. 
Lounge di dalam kapal pulang

Kami sampai di Merak jam 8 malam. Kembali ke Jakarta, kembali ke kota dengan pemandangan gedung-gedung tinggi dan macetnya jalanan. Hoaaammm....


Tuesday, May 20, 2014

Cetak tiket Kereta api sendiri

Hari minggu kemarin saya rencananya mau menukarkan tiket yang sudah saya pesan online dengan tiket asli yang di print di stasiun. Jadi saya pergi ke Gambir.
waktu sampai disana loket-loket pembelian penuh semua. Saya tanya satpam disana dimana loket tempat untuk print tiket. Pak satpam menunjukan satu sudut tempat adanya 3 layar touch screen dan 3 buah printer.
Mesin cetak tiket mandiri

Ternyata itu adalah tempat untuk print tiket sendiri.
Wooowww... kaget juga sekarang udah secanggih ini, jadi kita tinggal memasukan kode pembayaran atau kode booking ke layar, dan langsung bisa print sendiri tanpa perlu mengantri ke loket tiket seperti dulu.

Friday, May 2, 2014

Naik ke gunung Sindoro dari Jakarta

Naik gunung lagi….
Huaaaaa.... dalam 1 bulan terakhir udah naik ke 2 gunung berbeda, bukan berarti saya udah ketagihan naik gunung, tapi memang lagi ga ada kerjaan aja kayanya Hahahaaa...
Saking pengen kaburnya dari Jakarta, tiap ada ajakan jalan keluar Jakarta pasti saya terima.

Kali ini Gunung Sindoro tujuannya. Gunung dengan tinggi 3153 MDPL yang berada di dekat Wonosobo dan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Biasanya para pendaki melakukan hiking ke 3 S yaitu gunung Sindoro, gunung Sumbing dan gunung Slamet, karena jaraknya yang tidak terlalu berjauhan.

Rombongan kami berangkat dari kampung rambutan jam 8 malam, menggunakan bus Sinar Jaya. Awalnya semua berjalan lancar seperti biasa, saya pun sempat tertidur karena perjalanan malam, sampai saya terbangun kaget oleh suara orang marah-marah dan gedoran di depan bus kami. Semua penumpang satu persatu mulai bangun. Saya sempat mendengar suara kaca pecah dari arah depan bus. Saat itu kami sedang berada di daerah Ciasem, ternyata ada preman yang marah-marah karena tidak diberi uang 2ribu rupiah saja, oleh salah satu penumpang yang dikira preman adalah  kenek bus kami. Si preman sampai masuk ke dalam bus kami mencari orang itu, tapi saat dia tau orang tsb hanya penumpang, akhirnya dia memanggil supir kami keluar, sialnya si supir kena tonjok 2 kali oleh preman yang kesal itu. Tapi akhirnya mereka mengijinkan bus kami pergi.

Untungnya setelah kejadian di Ciasem itu, tidak ada kejadian aneh-aneh lainnya. Hanya saja karena macet parah di jalur pantura, bus yang awalnya kami prediksi akan sampai jam 6 pagi, molor hingga jam 11.30 siang kami baru sampai terminal Wonosobo. Setelah bersih-bersih, salat dan makan siang, kami melanjutkan perjalanan jam 1 siang ke basecamp di Kledung. Dari basecamp kami naik truck kol buntung hingga batas ladang penduduk. Dari sana kami jalan hingga ke pos 1, jalanan awalnya masih terasa normal. Dari pos 1 ke pos 2, trek yang di lewati semakin berasa berat karena jalanan mulai berbatu, selain itu kami mendaki pada saat hujan.  Hari itu tujuan kami adalah berkemah di pos 3.
Tapi sebagai pemula dalam dunia pendakian, menurut saya trek ke Sindoro ini cukup berat. Selain banyaknya batu-batu besar dan jalanan yang terjal, memerlukan extra hati-hati saat pendakiannya. Saya sampai ke pos 3 setelah maghrib. Dan yang membuat takjub adalah dari pos 3 saya masih bisa mendapat sinyal handphone. Jarang-jarang kan di gunung bisa dapat sinyal HP heheheee... Selama pendakian, saat sedang beristirahat, saya dan teman-teman sering mematikan head lamp kami hanya untuk menikmati city light di kejauhan di bawah kaki gunung yang di apit antara gunung sindoro dan gunung sumbing.
Gunung sumbing berhadapan langsung dengan gunung Sindoro
Sesampainya di pos 3, kami langsung buka tenda, makan malam dan tidur. Keesokan paginya, jam 3.30 pagi kami udah mulai pendakian lagi ke puncak. Sebelum ke puncak kami akan melewati 1 pos lagi yaitu pos 4. Jika sebelumnya saya mengira bahwa perjalanan ke pos 3 udah berat, ternyata saya salah, perjalanan ke pos 4 jauh lebih berat. Sepertinya tingkat kesulitan dari tiap pos di Gunung sindoro ini semakin meningkat.
pemandangan sebelum matahari terbit
Banyaknya batu-batu besar, membuat saya berasa sedang rock climbing, trek nya benar-benar menguras energy dan konsentrasi. Karena jika tidak bisa celaka dengan banyaknya batu-batu yang licin. Pagi itu sayangnya kabut cukup tebal, matahari belum terlihat juga. Tapi pemandangan menuju ke puncak juga tidak membuat kecewa. Akhirnya kami sampai menuju puncak setelah 3 jam pendakian dengan banyak diselingi berhenti untuk menunggu teman-teman yang lain. 
Benar-benar berada di atas awan
Di puncak gunung, terdapat sebuah kawah yang masih aktif. Sebenarnya dilarang untuk turun ke kawah itu, tapi tetap saja ada yang nekad turun, padahal menurut orang-orang di basecamp, awal tahun ada 2 orang meninggal keracunan di kawah itu.
Kawah Sindoro yang masih sering mengeluarkan gas beracun
Perjalanan naik ke puncak memang berat, tapi perjalanan turunnya juga tidak kalah berat. Selain oksigen yang menipis, membuat badan cepat capek, batu-batu yang terjal juga memperlambat proses turun, karena harus extra hati-hati. Pada saat turun ini juga kabut udah mulai tebal, jadi kami berusaha tidak terlalu berpencar dengan teman yang lain karena jarak pandang yang tertutup kabut.

Info tambahan, gunung sindoro ini tidak memiliki sumber air di atasnya, jadi harus irit-irit air minum. Untungnya waktu pendakian ke puncak, masih banyak daun-daun yang berembun, jadi bisa diminum airnya. Lumayan lah untuk penghilang haus.

Kami beres-beres tenda dan jalan turun ke bawah jam 3 sore. Lagi-lagi hujan turun deras saat kami turun. Untungnya kami semua bisa berhasil sampai kebawah dengan selamat. Saya dan teman-teman sampai di basecamp jam 6 sore. Dan ternyata bus terakhir ke Jakarta adalah jam 5 sore, yang artinya kami tidak bisa pulang ke Jakarta malam itu menggunakan bus T_T hiks.. hikss...


Akhirnya dengan bantuan teman-teman di basecamp kami dibantu mencari elf untuk di carter mengantar kami ke Jakarta. Akhirnya setelah lama menunggu, Elf kami tiba di basecamp dan kami pun berangkat pulang ke Jakarta jam 11 malam dari basecamp, dan karena jalur selatan macet parah, kami dialihkan menuju jalur pantura yang juga ternyata macet parah. Kami semua tiba di kampung rambutan jam 12 siang.

Over all, perjalanan kali ini benar-benar memperkaya pengalaman saya. Selain main ke pantai atau ke kota-kota lain di dalam atau luar negeri, kali ini mencoba pengalaman naik gunung dengan segala macam ceritanya.

Mencoba Merasakan makan Di sangkar Burung, Dusun Bambu

Pulang ke Bandung, saya tidak pernah merasa bosan, karena selalu ada saja hal-hal baru yang bisa di explore. Salah satunya beberapa minggu yang lalu saya diajak ke Dusun Bambu Leisure Park yang berlokasi di jalan Kolonel Masturi KM 11. Awalnya saya pikir, tempat ini hanya akan berupa tempat makan keluarga seperti tempat makan lainnya, tapi bukan Bandung namanya kalau tidak kreatif. Dusun bambu dibuat bernuansa tradisional Sunda. Begitu kita turun dari parkiran, mata kita akan langsung bisa melihat hamparan sawah, dan bebek-bebek,  lengkap dengan saung di atas sawah.

Untuk sampai ke restonya, disediakan kendaraan sejenis tuktuk di Thailand, namun yang ini dihiasi dengan kertas warna warni. Restonya sendiri terbagi 2 macam, ada yang berbentuk buffet dan ada yang biasa saja (non-buffet).
Kendaraan dari tempat parkir ke Resto
Dari 2 macam resto ini pemandangan yang di sajikan juga berbeda, jika di dalam resto buffet yang bernama Cafe Burangrang kita bisa melihat pemandangan rumah-rumah di pinggir danau yang di beri nama saung purbasari, juga ada live music yang mengapung dari atas danau. Sedangkan untuk resto non-buffet pemandangan yang bisa kita lihat adalah hutan-hutan dan pegunungan.
tempat makan berbentuk sarang burung

Hal unik lainnya adalah jika kita ingin memesan makanan non-buffet, kita harus menukarkan uang kita dengan uang-uangan yang telah disediakan disana, mirip dengan uang monopoli. Dan ada juga area dimana tempat makannya berbentuk sarang burung, sehingga kita bisa merasakan menikmati makanan dari dalam sangkar burung dengan pemandangan pegunungan. Di web resminya, tempat makan berbentuk sarang burung ini disebut lutung kasarung, mengambil nama dari salah satu cerita rakyat Sunda.
Saung Purbasari

Cafe Burangrang
Untuk anak-anak yang ingin bermain juga terdapat wahana bermain untuk panah, dan becak-becak mini.

Kisaran harga, masih wajar dan tidak terlalu mahal. Tempat ini buka dari jam 10 pagi sampai 10 malam.

Tuesday, April 1, 2014

Hiking dari Jakarta ke Gunung Papandayan

Hiking….. udah lama banget saya ga pernah naik gunung. Kali ini ajakan datang dari teman kantor saya untuk hiking ke gunung Papandayan.  Jujur saya belum pernah hiking kesana, yang saya tau cuma lokasinya yang berada di Garut, dan merupakan gunung yang masih aktif.

Meeting point di pasar Rebo, karena kalau dari kampung rambutan bus akan ngetem lama banget. Jadi biar langsung jalan kami naik bus dari dekat halte busway pasar Rebo. Tapi kami lupa bahwa saat itu sedang long weekend, jadi bus sudah penuh semua begitu sampai di pasar Rebo. Kami juga banyak bertemu rombongan lain yang akan mendaki gunung. Kami naik bus Jakarta-Garut, harganya Rp.42.000 per orang, tapi karena kami tidak dapat duduk kami nego dan diberi harga Rp 40.000 oleh kondektur bus. Perjalanan 4 jam menuju garut, saya duduk di lantai bus, lumayan masih bisa duduk walau di lantai, daripada harus berdiri selama 4 jam.
Kami tiba di terminal Guntur jam 3.30 pagi. Di sebrangnya terdapat banyak warung-warung dan WC umum, juga di sebelahnya terdapat masjid. Untuk ke WC bayar Rp.2000. Setelah cuci muka dan bersih-bersih badan, kami sarapan di warung sekitar situ, menjual bubur ayam dan nasi kuning. Harga seporsi untuk kedua makanan tersebut hanya Rp. 5.000 saja, sudah gratis teh tawar hangat. Tidak lama terdengar suara panggilan dari masjid untuk melaksanakan salat subuh berjamaah.
Kami melanjutkan perjalanan menuju Cisurupan dengan menaiki angkot yang setelah kami nego, tiap orang dikenai tarif Rp. 15.000,- Di Cisurupan ada indomart dan ATM BNI kalau ga salah, jadi bisa buat beli-beli sesuatu dulu. Kami masih harus lanjut menggunakan mobil  pick up (kol buntung) untuk sampai ke camp david. Harga per orang setelah nego bayar Rp.20.000/orang. Satu mobil pick up biasanya diisi 12 orang, karena kelompok kami bertujuh, jadi kami gabung dengan rombongan lainnya.
Perjalanan menuju camp david mengingatkan saya dengan jalan menuju ke gunung merapi, karena jalan berbatu dan lubang disana sini. Tapi karena rame-rame jadi seru-seru aja :P

Sesampainya di camp david, perwakilan kelompok harus melapor. Biaya registrasi per orang Rp. 4.000, ditambah sumbangan sukarela. Di camp david ini titik terakhir yang bisa ditempuh dengan mobil. Ada banyak warung-warung juga kalau mau mengisi energy sebelum memulai pendakian.
Kami mulai naik jam setengah 9, di awal-awal pendakian track yang dilalui berbatu. Semakin keatas bau sulfur/belerang makin terasa. Saya menggunakan masker untuk mengurangi bau belerang yang masuk ke hidung. Setelah 1 jam jalan akhirnya kami melewati sungai…yaaayyy bisa main air…
Setelah sampai diatas ada 1 pos lagi untuk melakukan laporan terlebih dulu. Dari pos ini tidak terlalu jauh, kami sampai di pondok saladah, lokasi kami akan camping. Gunung Papandayan termasuk gunung yang mempunyai sumber air, jadi tidak perlu pusing mencari air.
Yang membuat saya kagum itu saat pendakian saya bertemu dengan beberapa anak kecil yang diajak ayah ibunya untuk hiking. Padahal umurnya sekitar 6 tahun, tapi sudah kuat untuk mendaki gunung, salut.
Sore harinya hujan deras, jadi kami susah keluar, hanya masak untuk makan sore. Besok paginya kami mengejar matahari terbit di hutan mati. Hutan mati adalah lahan yang berisikan pohon-pohon mati yang diakibatkan letusan gunung papandayan tahun 2002.

Kami tidak pergi ke taman edelweiss karena salah perhitungan jam, dan memilih untuk turun cepat-cepat agar tiba di Jakarta tidak terlalu malam.
Pada saat turun bukan berarti jalan menjadi mudah juga, karena jalanan terasa lebih licin. Kita harus lapor ulang lagi di pos sebelumnya dan saat jalan turun kami mendatangi air terjunnya juga. Jalan menuju ke air terjunnya cukup terjal, harus benar-benar hati-hati kalau mau naik ke puncaknya.

Perjalanan turun berjalan lancar, kami tiba di camp david dan beristirahat sebentar disana, sebelum melanjutkan turun dengan pick up dan angkot. Kali ini kami dapat harga angkot lebih murah dari saat datang, mungkin negonya lebih jago hehhehehe…

Jadi total pengeluran disana:
·         Bus Jakarta-Garut                          : Rp. 42.000
·         Angkot Terminal – Cisurupan         : Rp. 15.000
·         Pick up Cisurupan – Camp David   : Rp. 20.000
·         Registrasi +sumbangan                    : Rp. 4.000 + sukarela
·         Pick up Camp david – Cisurupan    : Rp. 20.000
·         Angkot Cisurupan – Terminal          : Rp. 12.000
·         Bus Garut-Jakarta                           : Rp. 42.000

Tambahan lainnya:
Bubur ayam        : Rp. 5.000
Toilet                  : Rp. 2.000
Teh manis           : Rp. 1.000
Gorengan           : Rp. 3.000
Makan besar     : Rp. 26.000