Friday, December 11, 2015

Sakit sambil jalan-jalan

Sakit memang sesuatu yang tidak bisa dihindari karena sangat manusiawi. Tapi bagaimana kalau sakitnya saat traveling? Sepanjang yang saya ingat sepertinya 3x saya traveling di kondisi yang tidak fit.
Pertama beberapa tahun lalu saat saya traveling ke Bangkok, waktu itu suara saya habis karena gejala flu yang bikin serak.
Sialnya saya yang sering tanya-tanya kalau tersesat jadi ribet sendiri, karena setiap mau bertanya harus mengumpulkan suara dulu. Jadi tidak bisa bebas bicara juga dengan pemilik hostel untuk ngobrol-ngobrol. Untungnya waktu itu cuma suara hilang saja, tidak termasuk gejala flu lainnya seperti demam, pusing dan hidung meler. Jadi badan masih oke-oke saja untuk di bawa berjalan keliling-keliling.

Pengalaman sakit yang kedua, waktu saya naik gunung Prau akhir tahun lalu di bulan Desember. Waktu itu memang sedang musim hujan, penyakitnya sama lagi flu juga. Tapi karena sudah terlanjur janji akan naik gunung, saya tetap hiking walau tenggorokan sudah mulai perih gejala batuk. Well, naik gunung di kondisi flu itu sangat tidak recommended, (ya iya lah yaaaa...) saya merasakan sendiri napas yang biasanya normal jadi lebih cepat capek, dan tenggorokan yang perih itu bikin bawaanya ingin minum terus, belum lagi mata juga jadi panas.

Alhamdulillah, perjalanan sampai puncak aman sentosa. Walaupun dari awal pendakian sudah di guyur hujan. Sampai puncak ternyata sudah lumayan banyak tenda yang berdiri, entah karena memang baru di guyur hujan atau memang karena badan kurang fit, sampai di puncak saya langsung cari tenda terdekat milik teman saya yang sudah berdiri, rasanya dingin sekali sampai gigi berbunyi karena gemetar kedinginan.
Ternyata malamnya saya demam, saya sih tidak sadar juga. Cuma teman yang tidur di sebelah saya yang bilang semalam saya seperti mengigau, dan saat di pegang ternyata saya demam. Untungnya di waktu pagi saya sudah lebih baik.

Pengalaman sakit saat traveling yang ketiga waktu saya ke pulau Pari, sebetulnya ini masih kelanjutan sakit saat di gunung Prau. Ternyata pulang dari gunung Prau batuk-bauk saya makin parah. Sudah 2 bulan tidak hilang-hilang juga, biasanya kalau sakit flu saya hanya butuh berjemur di bawah matahari lalu flu nya hilang. Timbulah ide saya butuh ke pantai, supaya bisa sembuh (padahal memang maunya ke pantai) hehehee... 

Jadilah saya searching open trip ke pulau seribu dengan harga terjangkau dan bisa di lakukan saat weekend jadi tidak menghabiskan cuti. Setelah 2 hari disana ternyata batuk tidak hilang juga, hmmm.. apa karena panas mataharinya sedang kurang poll ya, akibat agak mendung. Yang bikin kurang asik soal batuk ini soalnya setiap saya makan malah batuk, yang ada jadi tidak menikmati makanan selama di pantai. Akhirnya saya menyerah deh, setelah 3 bulan batuknya hilang sendiri. Ini mungkin yang sering di sebut orang dengan batuk 100 hari, harus sampai 100 hari dulu baru batuknya hilang. Untung bukan batuk 100 tahun hiiiiyy... amit-amit

Thursday, December 10, 2015

Hiatus jalan-jalan


Apa rasanya kalau harus berhenti dulu sementara (hiatus) dari hal yang kita sukai? Ya sedih lah ya, dan galau juga. Itu yang saya rasakan hampir setahun ini mengurangi traveling, karena sedang nabung hehehee… Selain masalah budget juga saya sedang banyak hal yang harus di urus di Bandung, sementara saya bekerja di Jakarta, sehingga jatah cuti di pakai untuk urusan lain yang tidak ada hubungannya dengan jalan-jalan. Nasib orang kantoran yang jatah cutinya hanya 12 hari setahun dan itu pun di potong lagi denga cuti bersama, sedih amat yaa…

Efek lain dari hiatus jalan-jalan ini adalah saya jadi suka malas kalau liat acara-acara TV soal jalan-jalan, atau malas liat social media yang upload foto-foto jalan-jalan. Kedengarannya berlebihan mugkin, tapi dari pada galau karena mupeng ingin jalan-jalan tapi tidak bisa.
Kalau semua lacar, soal tabung menabung ini akan beres tahun depan, yang artinya saya bisa kembali melampiaskan hobby jalan-jalan lagi seperti dulu,  YAYYYY!!!.... Masa hiatus sudah akan selesai, waktunya untuk kembali buka-buka  social media untuk mencari rekomendasi tempat-tempat yang mungkin di kunjungi dan mulai cek-cek tanggal-tanggal libur kejepit di tahun depan.
Semoga tahun depan bisa jadi tahun jalan-jalan seru saya selanjutnya. AMIN

Titip oleh-oleh dong !!


Beuh.. paling males kalo mau jalan-jalan dan belum apa-apa sudah ada orang yang ribut minta dibawakan oleh-oleh. Tidak tanggung-tanggung mereka kadang seperti sudah membuat list entah dari mana. Bukannya apa-apa, tapi mayoritas jalan-jalan saya itu cuma backpacker-an, dan cuma bawa satu backpack saja agar praktis. Saya juga tipe orang yang malas repot heheheee… kalau bawa banyak oleh-oleh berarti ada kemungkinan harus bawa tambahan gembolan.
Menurut saya ada 2 tipe orang yang suka titip-titip, ada yang minta di bawakan oleh-oleh (yang berarti saya yang beli dengan budget sendiri) dan harusya tipe seperti ini menerima apa saja yang saya bawakan sebagai oleh- oleh, namanya juga di kasih. Tipe kedua, orang yang “titip” untuk di belikan. Biasanya mereka bilang titip, nanti di ganti. Tipe seperti ini biasanya pesanannya spesifik.
Kalau lagi baik biasanya saya jawab untuk kedua tipe orang diatas “iya tenang aja nanti di beliin kalo ketemu”. Tapi kalo lagi males, saya sudah warning dari awal ke orang-orang kalo tidak menerima titipan, karena ingin fokus jalan-jalan #tsahh… Tapi adakalanya juga saya lebih baik tidak bilang kalau mau jalan-jalan karena malas repot dengan pesanannya.
Dan karena hal ini juga saya tidak suka titip-titip oleh-oleh ke orang yang traveling, karena takut merepotkan dan merasakan juga repotnya kalau dititipi. Cuma kalau dipaksa memilih saya mau oleh-oleh apa, biasanya saya minta dikirimkan kartu pos saja dari negara yang mereka kunjungi, atau magnet kulkas juga sudah cukup. Dan kalau saya membelikan oleh-oleh untuk orang lain biasanya gantungan kunci, kaos atau makanan khas daerah itu, selama tidak bikin repot dan masih muat di backpack.
Saya juga sadar kalau oleh-oleh memang sudah menjadi budaya di Indonesia, sebagai ungkapan berbagi rasa senang karena sudah bisa jalan-jalan dan ingin agar teman-teman kita juga merasakan kesenanganya dengan diberi oleh-oleh. Jadi saya tidak anti juga soal oleh-oleh selama tidak bikin ribet.

Wednesday, December 9, 2015

Camping di Pulau Papatheo (Itinerary & Budgeting)



 12-13 September 2015

Trip kali ini saya akan mencoba sesuatu yang belum pernah saya coba sebelumnya, yaituuuuuu……Jreng Jreng !!  CAMPING DI PANTAI !!  Biasa aja mungkin ya bagi sebagian orang lainnya, kalo menurut saya ini sih sesuatu yang menarik banget. Secara selama ini kalau ke pantai saya menginap di homestay, tapi kali ini di pantainya langsung, seperti yang pernah saya lihat di iklan coklat Silverq**en hehehheee (korban Iklan).
Peserta trip kali ini 20 orang,lumayan banyak ya, untung orangnya asik semua, jadi engga ribet selama trip, itu point penting  kalau mau punya liburan yang menyenangkan, orang-orang yang kita ajak jalan juga harus fun. Oh iya, nama pulau tempat kami camping adalah pulau Papatheo, saya baru sekali ini dengar nama pulau Papatheo, jadi masih belum terlalu ada bayangan.
Anyway, meeting point di Kaliadem, ini pelabuhan barunya Muara Angke, lebih bersih, dan teratur. Selain itu parkirannya luas, WC bersih, dan ada mushola juga, pokoknya Ok lah. Kami sudah berkumpul semua jam 6 pagi dan kapal ferry yang kami gunakan baru jalan jam 7 pagi. 
Tiket untuk naik kapal ferry Rp.57.000 ditambah bayar retribusi Rp.2.000, tapi retribusi ini cuma kita bayarkan untuk keberangkatan aja, jadi nanti waktu pulang kita engga perlu bayar retibusi lagi. Kapal Ferry ini berhenti di Pulau Harapan, total perjalanan dari Kaliadem ke Pulau Harapan sekitar 4 jam. Kami sampai di Pulau Harapan jam 11 dan langsung berganti pakaian dengan baju untuk berbasah-basahan, karena tujuan selanjutnya adalah snorkeling di pulau Macan dan Bintang.
Dari pulau Harapan kami melanjutkan dengan kapal kongkang, tujuan pertama adalah pulau Perak. Ini adalah pulau tidak berpenghuni, tapi ada warung yang menjual kelapa muda, juga makanan-makanan kecil. Salah satu pulau favorite saya di kepulauan seribu adalah pulau ini. Kenapa ?? Karena pantainya yang panjang, dan pasir putih bersih dengan air laut yang bening dengan gradasi warna biru muda, biru torquis ke biru tua.
Pulau perak, air lautnya torquis
Pantai panjang di pulau perak
Kami makan siang dulu di pulau perak dengan nasi kotak yang sudah di bawa dari pulau harapan. Setelah isi tenaga, pulau selanjut yang kami datangi adalah pulau macan. 2 tahun lalu saya pernah melewati pulau macan dan mendapatkan sunset yang keren banget, tapi kali ini kami cuma snorkeling aja disini.
Foto sunset di Pulau Macan 2 tahun lalu
Menurut saya pulau macan ini salah satu spot favorite snorkeling orang-orang yang datang ke kepulauan seribu, karena memang banyak ikan-ikan berbagai macam warna dan bentuk dan kadang juga ada schooling fish yang bisa kita temukan. Kalau mau ikan mendekat, bawa aja biscuit secukupnya, pasti ikan-ikan akan mendekat karena ingin memakan biscuitnya. Terumbu karang disini juga masih banyak dan terjaga.
Kami melanjutkan  dengan snorkeling ke pulau bintang. Alasan disebut pulau bintang sepertinya karena di pulau ini banyak ditemukan bintang laut deh (teori sotoy) hehehee…  Tapi memang benar kalau di pulau ini banyak bintang lautnya. Ikan – ikan di sini tidak sebanyak ikan-ikan di pulau Macan, tapi masih worth it lah.

Kami masih punya waktu untuk mengunjungi pulau kayu angin/dolphin, disini view pantainya juga bagus. Dan cukup ramai denga wisatawan lain, karena pulau ini sering digunakan untuk foto group, jadi banyak rombongan yang datang kesini. Pulau terakhir yang kami singgahi sebelum ke pulau Papatheo adalah pulau gusung, pulau yang berupa hamparan pasir memanjang di tengah laut, dan akan hilang saat air pasang, tapi saat air surut, pasir seperti membelah laut jadi dua. 2 tahun lalu saya kesini, tidak ada ada penjual apapun, tapi sekarang sudah ada 2 meja yang berjualan makanan kecil dan gorengan. Mereka berjualan dari pagi sampai sore, kemudian kembali ke rumah masing-masing yang berada di pulau lainnya.
Pantai pulau gusung yang membelah laut
Saat saya dan teman-teman sampai di Pulau papatheo, sudah hampir waktu matahari tenggelam. Untuk camping disini kita perlu untuk membuat ijin camping dulu, tahun 2014 biaya untuk ijin camp sebesar 200ribu/rombongan. tapi sekarang ternyata sudah berubah menjadi 25ribu/orang. Saya memutuskan untuk bersih-bersih badan dulu, lokasi kamar mandinya agak jauh berjalan ke belakang pulau. Jangan kaget ya kalau kita harus menimba di kamar mandinya, dan disini kamar mandinya tidak berpintu, alhasil kami menggunakan kain pantai untuk tutupnya. Oh iya, selain itu juga tidak ada listrik, jadi bawa senter atau head lamp kalau masuk kamar mandi, takutnya nanti salah langkah malah jatuh ke sumur (disini sumurnya sejajar dengan lantai tanpa pembatas).

Malam harinya waktu semua tenda sudah berdiri, saatnya masak-memasak, ditambah bakar ikan. Yaaayyyy… bagian makna-makan selalu bikin happy  : ) Untuk yang mau berburu foto milkyway, bisa juga disini, karena lokasi yang jauh dari perkotaan dan tidak adanya lampu, jadi bintang-bontang dilangit malamnya terlihat jelas.
….
Hari ke-2 setelah salat subuh, saya berkeliling pulau, ternyata pulau Papatheo ini memiliki 4 homestay, tapi kosong dan terlihat tidak terawat, karena sekitarnya sudah hampir tertutup rumput tinggi. Saat saya camping, ternyata ada rombongan lain yang juga sedang camping di Papatheo, jadi total hanya 2 rombongan yang hari itu camping di Papatheo.
Camp di pingir pantai
Sunrise di pinggir pulau Papatheo

Di bagian depan pulau, terdapat reruntuhan, dan pilar berserta patung ala yunani. Karena di beberapa tempat terlihat bekas taman juga, saya jadi penasaran sejak kapan pulau ini jadi terlantar, karena banyak bekas-bekas bangunan yang memperlihatkan kalau dulu pulau ini pernah jadi tempat yang bagus seperti resort exclusive.
Salah satu patung si reruntuhan pilar
Foto bareng dulu dengan team open trip
Saya lanjut packing, sambil menunggu kapal yang belum datang menjemput, kami foto-foto dulu lah yaaa... 
Akhirnya kapal datang menjemput jam 9 pagi membawa nasi box untuk sarapan kami.. Yayyyy Makann !!! Di perjalan pulang saya dan teman-teman masih sempat untuk mengunjungi pulau Bira. Menurut saya kondisi pulau Bira ini agak disayangkan karena terlihat jelas dulu pernah ada sarana yang lengkap disini tapi sekarang sudah tidak terurus. Seperti gedung serba gunanya yang cukup besar tapi atapnya sudah hampir ambruk, lalu ada kolam renang yang sekarang kering dan ditumbuhi lumut. Kami tidak terlalu lama disini karena takut ketinggalan kapal ferry yang menuju ke Kaliadem. 
Dengan kapal tongkang kami menuju ke Pulau Harapan, yang ternyata kapal ferry sudah menunggu disana dan sudah lumayan penuh. Kapal Ferry berangkat dari pulau harapan jam 12 dan kami tiba di Kaliadem sekitar jam 3 sore.
Kami pun berpisah dengan teman-teman perjalan kami, teman baru dan teman lama. 
Semoga bisa nge-trip bareng-bareng lagi one day :)

Dibawah ini list biaya dan itinerary nya
Itinerary

list budget untuk 20 orang




Wednesday, August 26, 2015

Dieng, Here we come !!!

Mei 2014

Ini sebenarnya catatan perjalanan tahun 2014 kemarin, saat saya dan teman-teman pergi ke Dieng. Saya berangkat dengan menggunakan bus menuju Wonosobo dari Jakarta. Bus yang saya gunakan adalah Sinar Jaya yang lokasi poll nya ada di Jalan Pemuda No.7 Rawamangun, letaknya sederetan dengan Rabani, sebelah Bank Mega Syariah, sebelum lampu merah Sunan Giri. Malam sebelum keberangkatan saya sempat datang untuk booking keberangkatan besok sorenya. Tapi ternyata poll sudah tutup dan saya diberi contact 021-93553509. Lalu saya telpon langsung untuk booking lewat telpon, dan ternyata bisa... fiuuhhh..
Hari H nya saya datang untuk membayar tiket seharga Rp.85.000/ orang, saya berangkat dari Jakarta bersama 1 orang teman. Sebetulnya jadwal berangkat bus adalah jam 5 sore tapi ternyata ngaret menjadi jam 6 sore baru bus berangkat dari Rawamangun.
Rencananya saya akan bertemu dengan 4 orang teman saya yang lain di Bandung, mereka akan pergi dari Bandung dengar kereta ekonomi ke Jogja, dan dari Jogja mereka sewa mobil untuk di bawa ke Wonosobo.
Bus saya tiba di terminal Wonosobo pukul 9.15, sementara teman-teman saya yang pergi menggunakan kereta dari Bandung jam 8.30 malam, sampai di stasiun Lempuyangan jam 5 pagi, kemudian lanjut dengan mobil swaan berangkat jam 6.30 sampai di terminal Wonosobo jam 9.10 pagi.
Berbekal GPS kami menuju ke pegunungan dieng, walau saat sudah makin naik, sinyal provider saya sudah hilang total. Ternyata memang di Dieng hanya ada 1 provider yang sinyalnya bisa diterima. Anyway, awalnya kami akan menginap di Home stay Bu Djono, karena itulah tempat yang paling sering di review di blog-blog yang pernah saya baca. Tapi saat kami akan booking, ternyata sudah full booked. Akhirnya teman saya menemukan rumah yang disewakan, dengan harga Rp. 300.000 kami mendapat 1 ruang tamu, 2 kamar, ruang tv (ada ekstra kasur lipatnya juga), ada TV juga, dapur, kamar mandi dengan air hangat, dan dapat welcome drink juga. Tempatnya sangat memuaskan, dan di depan pintu penginapan langsug terpampang kebun kentang. Membuat mata segerrrr, lihat yang ijo-ijo hehehee... Contact person homestay Kates : 085328968900, yang punya rumah juga ramah banget, pokoknya recommended lah.

pemandangan dari depan homestay Kates
Kami tiba di homestay hampir jam makan siang, jadi kami putuskan untuk makan siang di homestay Bu Djono yang memiliki kantin danjaraknya tidak jauh dari homestay. Waktu itu Homestay Bu Djono adalah satu-satunya homestay yang menyediakan wifi. Jadi sambil isi perut sambil check in di medsos mumpung ada wifi heheheee...
Homestay Bu Djono yang legendaris hehehee...
Selesai makan tujuan pertama kami adalah ke telaga warna, oh iya tadinya kami ditawari untuk menggunakan jasa guide seharga Rp. 100.000/hari, jadi kami putuskan tidak memakai guide utuk hari pertama ini, lumayan bisa irit Rp.100.000.
peta Dieng Plateau
TELAGA WARNA

Di pintu masuk ke kawasan wisata Dieng, kami membayar tiket masuk paket wisata dieng seharga Rp.18.000 untuk turis lokal dan untuk turis luar negeri harganya lebih mahal, cuma saya lupa harganya berapa. Tujuan pertama Telaga Warna, di pintu masuk ke telaga warna kita harus bayar Rp.2000 lagi. Di area telaga warna kami melihat-lihat dah foto-foto, tiba-tiba ada seorang bapak yang menawarkan untuk membantu mengambilkan foto kami semua, dan menawarkan jasa guide, 35ribu untuk seharian berkeliling dieng. Lumayan murah karena kami berenam, harga 35ribu jadi tidak terlalu berasa, selain itu guide kami ini juga tau banyak sejarah lokasi di sekitar Dieng, jadi kami bukan hanya melihat-lihat, tapi juga mengetahui sejarah tiap tempat yang kami lihat. (Walaupun sebenarnya di tiap tempat sudah diberi papan petunjuknya sih, tinggal baca aja heheee )
Seperti Telaga warna, dari guide ini kami tau bahwa telaga warna ini bisa berubah warna sampai 5x, tergantung dari pantulan matahari. Kita juga harus hati-hati jangan sampai jatuh ke dalam telaga warna ini karena kedalamannya dari 2 meter-20 meter, dan ada lumpur hidupnya. Tidak ada ikan yang hidup di telaga warna, binatang yang suka kita lihat disekitar sana banyaknya burung belibis.
Telaga Warna
BATU TULIS

Dari telaga warna kita berjalan kaki menuju Batu Tulis, Dalam perjalanan menuju batu tulis kita melewati Telaga Pengilon (Telaga Cermin), disebut telaga cermin karena saat kemarau telaga ini akan memantulkan gambar sekitar seperti cermin. 
Kami tiba di Batu Tulis yang di depannya terdapat patung emas membawa godam. Batu tulis ini adalah batu besar diantara Telaga warna dan Telaga Pengilon. 
Patung di depan batu tulis
Beberapa orang yang masih menganut kepercayaan, biasanya datang ke Batu tulis ini dan membuat permohonan, bahkan ada yang percaya kalau ada anak yang susah untuk belajar membaca dan menulis, perlu di bawa kesini dan meminta permohonan disini kemudian pulang dari sana akan langsung bisa membaca tulis. Namanya juga kepercayaan,boleh percaya boleh engga kan.
Sepanjang perjalanan menuju goa-goa yang lain, kita akan melihat pemandangan pohon akasia yang tinggi di sekitar kita.
pohon akasia sekitar dieng
GOA SEMAR

Goa selanjutnya yang kami datangi adalah goa semar. Goa semar merupakan goa tertua di Jawa dan Bali dan menurut guide kami, biasanya calon presiden suka ada yang datang ke goa ini sebelum mencalonkan diri. ( ga tau juga bener atau engga ya heheheee...)
Goa Semar
Goa pengantin
GOA PENGANTIN

Tidak jauh dari goa semar, terdapat goa pengantin yang jalan masuknya sangat sempit. Kalau tidak ada papan penunjuknya mungkin saya tidak akan sadar ada goa di bawah sana. Menurut kepercayaan sebagian orang, lokasi ini sering didatangin orang yang mau minta jodoh. Tapi dari pada musyrik mintanya langsung ke Tuhan aja lah ya.

Goa sumur
GOA SUMUR

Berjalan lebih ke atas lagi, kita akan menemukan gua sumur. Didepannya terdapat patung wanita yang membawa kendi. Tapi kami tidak bisa masuk ke dalam karena pagar besinya di kunci, dan lokasi hanya di buka untuk upacara Mabakti oleh juru kunci. Air di dalam goa sumur ini juga di percaya bisa membuat awet muda dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit.

GOA JARAN

Goa terakhir yang saya lewati adalah goa jaran (Jaran adalah bahasa jawa untuk kuda). Kenapa di sebut goa jaran? Karena di dalam goa terdapat batu yang berbentuk seperti kuda. Menurut mitos dulu ada prajurit dan kudanya yang pergi berperang dan bersembunyi didalam goa, entah bagaimana jaman dulu kan jaman mistis, sampai akhirnya kuda itu berubah menjadi batu di dalam goa. kalau berjalan ke atas lagi kita akan melihat lubang sebesar lubang kelinci di bagian bawah batu besar. Menurut guide kami, itu adalah jalan tembusan dari goa jaran. Menurut akal sehat pasti tidak mungkin orang berjalan di goa jaran yang sempit dan keluar dari lubang kecil di bagian lain goa. Tapi menurut guide kami lagi, orang jaman dulu itu sakti-sakti, jadi yang menurut orang jaman sekarang tidak mungkin, di jaman dulu mungkin saja terjadi.
Batu yang berbentuk keoala kuda di dalam goa jaran
DIENG PLATEAU THEATER

Setelah puas berkeliling melihat telaga warna dan goa-goa di sekitar telaga warna, akhinya kami lanjut ke lokasi lain. Tujuan selanjutya adalah ke Dieng Plateau Theather, untuk masuk kesini tidak perlu bayar lagi karen asudah termasuk dari tiket lanjutan di awal. Disini kita bisa menonton di ruang seperti bioskop yang menjelaskan sejarah terjadinya pegunungan dieng, dan fakta-fakta mengenai Dieng yang belum kami ketahui. Tenyata tahun 1979 di Dieng pernah terjadi bencana kematian masal akibat adanya erupsi di bagian barat daya Dieng dan juga mengeluarkan gas CO2. Masyarakat berbondong menjauhi daerah erupsi, mereka tidak tau bahwa gas CO2 yang terbawa angin ke arah sebaliknya, sehingga banyak yang orang yang meninggal dalam perjalanan. Gas CO2 yang keluar dari salah satu kawah, dan karena gas CO2 tidak berwarna dan berbau, banyak yang meninggal akibat keracunan tanpa mereka sadari.
Selain itu juga saya jadi tau bahwa di Dieng sekitar September-October biasanya suhunya akan dangat dingin, sampai di pagi hari kita bisa mellihat embus yang sudah menjadi es di daun-daun sekitar dieng. Keren ya, berasa di luar negeri kayanya.
Di luar sieng plareau theater ada warung-warung yang menjual cemilan khas Dieng, seperti kentang goreng dieng (kentang dieng nih hits banget), ada juga jamur goreng yang besar-besar enakkkkkkkkk...

BATU PANDANG

Dari dieng plateau theater, kita bisa menuju batu pandang dengan berjalan kaki. Lokasinya agak menanjak sih, tapi worth it banget begitu sampai diatas melilhat pemandangannya. Untuk ke batu pandang kita harus membayar Rp.3.000. Disana ada 2 spot untuk foto, yang paling terkenal itu spot foto yang di belakangnya terdapat danau 2 warna. Sedangkan spot foto 1 lagi menurut saya terlalu berbahaya karena terlalu tinggi dan terjal, salah langkah sedikit bisa lewat dehhh. Sayangnya waktu kami akan foto group hasilnya kurang bagus, karena kamera hp saya kena minyak goreng dari jamur goreng yang tadi kita makan di bawah T_T
pemandangan dari batu pandang
gambar blur akibat kamera kena minyak goreng dari jamur goreng hahahaaa....
KAWAH SIKIDANG

Setelah puas lihat-lihat dan foto-foto di batu pandang, kami menuju kawah sikidang. Sikidang sendiri berarti anak kijang, dan karena gas panas yang keluar dari tanah di kawah tersebut selalu berpindah-pindah seperti kijang karena itu disebut oleh masyarakat sekitar sebagai kawah sikidang. Di arah masuk banyak orang yang menjual masker, karena bau belerang yang menyengat. Untung saya sudah sedia masker sebelumnya, tapi kalau kuat tanpa masker juga engga apa-apa. Di kawah sikidang ini ada beberapa lokasi yang kita juga bisa rebus telur sampai matang, saking panasnya.
Daerah kawah ini berbatu, seperti kawasan kawah-kawah pada umumnya. Kawah utamanya di pagari oleh pagar bambu, sebagai pembatas.

Kami kembali ke hostel sebelum maghrib. Udara sore di daerah dieng sudah cukup dingin, membuat malas bergerak dan ngantuk. Tapi kami masih sempat pergi keluar lagi untuk mencari makan malam. Saya penasaran mencoba mie ongklok yang terkenal dari kawasan Wonosobo, sebuah warung mie ongklok ada di sebrang homestay Bu Djono, seporsi cuma Rp. 7.000 sudah termasuk 1 tusuk sate ayam. Kalau mau tambah sate ayam lagi harganya Rp. 1.000/ tusuk. Kami mencoba makan disana, tapi karna masih lapar dan satenya juga sudah habis akhirnya saya ketemu tempat sate lainnya. Mungkin faktor udara dingin jadi makannya banyak (*padahal engga dingin juga makan tetep banyak :p )

Hari ke-2

PUNCAK SIKUNIR

Kami bangun jam 3 pagi, dan jam 3.30 subuh kami sudah berada di dalam mobil menuju sikunir. Untuk masuk Sikunir, kami membayar Rp.5000/orang. Kami tiba di parkiran jam 4 subuh. Dari tempat parkir kami masih harus berjalan kaki ke puncak Sikunir selama 30 menit. Di puncak Sikunir banyak terdapat penjual yang menjual kentang goreng dieng dan minuman hangat.
langit sebelum matahari terbit, bulannya masih keliatan
Gunung sindoro keliatan dari puncak Sikunir
Di puncak sikunir tersedia kursi-kursi dari kayu yang melindang berundak. waktu itu matahari agak tertutup awan jadi saya tidak melihat saat matahari terbitnya, tapi mendekati jam 5 matahari sudah mulai terlihat jelas. Kami kembali turun ke parkiran jam 6 pagi. Di tengah jalan saya mendengar suara-suara musik, ternyata ada pertunjukan tarian daerah di jalan menuju puncak sikunir. Niat banget ya, salut, pagi-pagi sudah perform dengan pakaian tari lengkap, di jalan yang tidak rata pula.

DANAU CEBONG


danau cebong
Di jalan turunan menuju parkiran saya melihat ada danau, yang ternyata merupakan danau Cebong. Dan letaknya tepat di depan parkiran, karena semalam masih gelap saya tidak tau bahwa di depan parkiran adalah danau. Di pinggir danau banyak terlihat tenda-tenda berwarna-warni dari orang-orang yang camping. Pemandangan di sekitar danau ini membuat tenang, jadi pengen lama-lama diem di pinggir danau.
pemandangan si pinggir danau cebong
CANDI ARJUNA, SETIAKI, BIMA, GATOTKACA

Kami melanjutkan ke lokasi candi-candi yang ada di Dieng. Untuk masuk ke kawasan candi ini kita tidak perlu bayar lagi, karena masih termasuk dari tiket terusan yang hari sebelumnya sudah di beli di awal. Candi yang kami lewati pertama kali adalah candi Arjuna. Tidak jauh dari candi arjuna kita bisa melihat komplek candi setiaki. Saat saya kesana, saya tidak ke candi bima karena sedang di pugar sudah 2 tahun belum beres. Pemandangan di sekitar candi benar-benar breath taking, hamparan hijau bukit-bukit, membuat mata jadi kinclong melihatnya. Cocok dengan asal nama Dieng yang berasal dari kata Di Hyang yang berarti Khayanangan.
Ada 1 kawasan candi lagi yaitu candi gatot kaca, untuk menuju kesana kita harus berjalan melewati jalan yang di kanan kirinya di tumbuhi pohon-pohon pinus. Pokoknya seperti sedang berjalan di taman.

candi arjuna

komplek candi setiaki

Candi gatot kaca
Perjalanan di dieng berakhir di candi-candi ini, kami pun pulang ke penginapan, oh iya kami sempat beli oleh-oleh juga berupa purwaceng, dan carica (manisan pepaya khas wonosobo). Dalam perjalanan pulang saya sudah memasukan list untuk mengunjungi tempat mie ongklok yang terkenal yaitu Mie ongklok Longkrang.

MIE ONGKLOK LONGKRANG

Kenapa saya masukan mie ongklok longkrang ke dalam list tempat yang harus di datangi waktu ke Wonosobo, karena mie ongklok ini sudah legendaris banget, bahkan Pak SBY aja salah satu orang yang suka dengan mie ongklok longkrang ini. 

Alamat mie ongklok longkrang ini di Jalan Pasukan Ronggolawe No. 14, Wonosobo. 
Tlp: 0286-325286, 
Buka dari jam 10.00 - 19.00 setiap hari. 
Dengan berbekal GPS dari hp teman yang dapet sinyal dan tanya orang dijalan, akhirnya ketemu juga lokasi mie ongklok longkrang ini... Horeeeee !!! 

seporsi mie ongklok yang enak banget
Waktu saya sedang memesan ternyata da juga rombongan dari luar kota yang memesan mie ongklok untuk di bawa pulang ke luar kota. Dan sepertinya karena sering ada pesanan dalam jumlah besar, di daftar menunya saja ada harga untuk porsi puluhan, mungkin supaya tidak usah repot-repot hitung di kalkulator.
Daftar harga di menu
Setelah kenyang makan mie ongklok plus pesan sate untuk di bungkus buat cemilan di jalan, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Jogja. Karena sempat nyasar dalam perjalanan menuju Jogja, saya dan teman saya hampir tertinggal kereta, untungnya kami tiba 1 menit sebelum kereta berangkat... (nyaris banget...) Saya menggunakan kereta Ekonomi dari stasiun lempuyangan jam 6.37 sore, dan tiba di stasiun Senen jam 5 subuh. Sampai di kosan langsung lanjut siap-siap ke kantor Zzzzz... 

Overall, perjalan ke Dieng ini worth it banget, cukup untuk mencharge semangat lagi setelah terus-terusan kerja. Kapan-kapan pengen kesini lagi, mungkin dengan waktu yang lebih santai dan lebih lama. :)






Tuesday, August 25, 2015

Backpacker dari Jakarta ke Bangkok

Setelah sekian lama baru sempet nulis lagi. Kali ini mau cerita dikit soal jalan-jalan terakhir ke Bangkok. Tiketnya ini kebetulan saya dan temen-temen dapat tiket Promo dari Tiger Air. Tiket berangkat kita sapat harga cuma Rp.1 (muraahhhhh bingiiittssss). Tapi pulangnya dapet tiket yang harga 1,49 juta. DItambah asuransi dan lain-lain jadi total tiket PP Jakarta - Bangkok - Jakarta waktu itu RP. 1.491.001.
Masalah yang buat agak sedikit ribet itu adalah waktu mau buat itinerary, karena saya akan pergi dengan 4 orang teman lainnya dan berada di 3 kota berbeda. Akhirnya itinerary beres seminggu sebelum berangkat, terlalu mepet (jangan ditiru) hehehheee....
Kami rencana berangkat tanggal 13 January 2014, sejak Oktober 2013 kondisi Bangkok memang sudah sering diberitakan kurang kondusif karena adanya demonstrasi anti pemerintah. Tapi saya masih tenang-tenang aja karena saya pikir tidak akan lama juga. Ternyata seminggu sebelum hari H, banyak berita di social media dan media online mengenai rencana pemblokiran Bangkok yang disebut #BangkokShutdown.
Tapi saya tetep posisif thinking.  Saya pikir kan demo bisa kapan saja, paling juga di awal bulan January atau akhir bulan, jadi saya dan temen-temen masih bisa aman pergi ke Bangkok. Eh ternyata engga lama, dapat berita terbaru lagi kalau Bangkok Shut down akan dilakukan tanggal 13 Januari sampai tanggal yang tidak ditentukan kapan. -_______-
Hadeuuhhh... kenapa harus pas juga sih itu tanggalnya sama tanggal kedatangan kami. Demi tau kondisi ter-update disana saya sampai follow @RichardBarrow di twitter. Dia seorang full time travel blogger yang berbasis di Bangkok. Menurut Richard kondiai akan aman walaupun banyak jalan yang akan di tutup.
Sesampainya di airport Suvarnabhumi kami memilih naik taxi karena kami belum tau arah ke hostel. Karena kami berlima, taxi yang digunakan juga adalah mobil xenia. Harga taxi 700bath, sudah di tetapkan dari awal.
Begitu memasuki jalan utama kota Bangkok, ternyata sudah banyak jalan yang ditutup oleh para demonstran.
Akhirnya supir taxi kami harus mencari jalan putar menuju hostel. Sampai di hostel staff hostel yang sebelumnya sudah saya tanya-tanya mengenai kondisi Bangkok menanyakan rencana kami besok.
awalnya rencana saya adalah ke Pattaya seharian dan malamnya melihat pertunjukan Ladyboy, tapi memingat kondisi yang kurang kondusif, staff hostel menyarankan agar tidak ke luar Bangkok hingga malam dikarenakan kemungkinan akan sulit kembali ke Bangkok karena jalan yang di tutup.
OKE !! jadi malam itu juga ganti itinerary, besok pagi kami akan keliling di Bangkok saja sambil berharap jalanan yang akan kami lewati tidak di tutup juga.

Dengan bermodal peta yang kami dapat dari bandara dan hostel, rute kami yang sebetulnya adalah Grand Palace, untungnya lokasi hostel kami ke komplek candi bisa di tempuh dengan berjalan kaki kira-kira kurang dari setengah jam. 
Lokasi antar Wat tidak terlalu berjauhan
Setelah jalan beberapa lama, kami sadar kayanya kami nyasar deh kok engga ketemu ya Grand palace nya... hadeuuuhh..
Selama berjalan, saya perhatikan bangunan - bangunan sepanjang jalan dengan atap khas bangunan Thailand. Saat sedang panas-panas, ada tukang jual es. Sebenarnya awalnya saya engga tau bapak ini jual apa, tapi karna beberapa orang beli saya ikut beli juga karena penasaran.
Ternyata itu adalah es vanila yang di campur dengan kolang kaling, bisa di tambah taburan meses atau keju. Lumayan untuk menghilangkan panas di badan heheheee...
Es penyelamat dari panas, ga tau lupa namanya hehehee....

jalan menuju Wat Pho
Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya kami menemukan rombongan yang kami kira akan menuju ke Grand Palace, jadi kami ikuti, ternyata kami berakhir di depat sebuat wat, yaitu Wat Pho hahahaa...
Berhubuing Wat Pho juga ada dalam daftar Wat yang akan kami kunjungi, jadilah lokasi pertama yang kami datangi adalah Wat Pho !!!

Wat Pho

Tiket masuk ke Wat Pho sebesar 100 bath, dan sudah termasuk free drink (air mineral ukuran kecil). Yang terkenal dari Wat Pho ini adalah adanya patung Budha Tidur yang panjaaaaaaang sekali dengan ukuran panjang 46 meter dengan tinggi 15 meter.
Tiket masuk Wat Pho + free drink
Di sepanjang dinding dari bawah sampai ke dinding atas, semua penuh dengan lukisan yang memiliki cerita tentang kehidupan Budha. Selain itu juga terdapat jejeran panjang mangkok tembaga berisi koin-koin. Di luar Wat, kita bisa membeli sekantung koin untuk di masukan satu per satu ke deretan mangkok yang berjejer itu. Jika jumlah koin yang kita punya dari jumlah mangkok artinya kita akan beruntung, dan sebaliknya.
Saking panjangnya, susah untuk memotret keseluruhan patung Budha ini
salah satu lukisan di dinding yang menceritakan kehidupan Budha
Setelah puas melihat-lihat Wat Pho, kami melanjutkan ke Wat Arun. Untuk mencapai Wat Arun kita harus naik kapal dari Tha Tier dan menyebrangi sungai Chaopraya. Kita hanya perlu membayar 3 bath. 

Wat Arun (The Temple of Dawn)

Komplek percandian Wat Arun lebih luas dibandingkan dengan Wat Pho, dari candi terbesar terdapat juga candi-candi lainnya yang lebih kecil. Tiket masuk ke Wat Arun sebesar 50 bath. Beberapa relief yang saya kenali bentuknya adalah burung garuda, yang menjadi simbol negara Thailand. 

Candi utama Wat Arun adalah candi tertinggi di antara candi di sekelilingnya, jika kita mendaki ke puncak kita dapat melihat pemandangan sekeliling wat Arun yang dikelilingi oleh sungai Chaopraya. Perlu diingat tangga untuk mencapai puncaknya cukup curam, jadi perlu hati-hati waktu naik dan turunnya. Kalau perlu bawa sun glasses dan topi juha heheeee soalnya matahari terik banget kalau sudah di atas.
pemandangan dari puncak Wat Arun
Sebetulnya Wat Arun terkenal dengan pemandangannya di waktu sunset,  tapi berhubung waktu kami terbatas, jadi kami cukup puas dengan berjalan -jalan di Wat Arung pada siang hari.
Saat berjalan di sekitar kursi-kursi yang disekitar komplek candi, saya tidak sengaja menemukan patung 3 wise monkey, dimana 3 monyet ini mungkin mempunyai pose masing - masing. Yang pertama menutup mulut, yang kedua, menutup telinga, yang ketiga menutup mata. Arti dari 3 patung ini adalah " see no evil, hear no evil, speak no evil". Walaupun 3 patung ini kelihatannya hanya milik salah satu toko yang berada di kompleks candi, tapi tetap berasa pas dengan nuansa lingkungan candi.
3 wise monkey
Tujuan selanjutnya setelah berkeliling di Wat Arun sebetulnya kami ingin menuju ke China Town nya sekalian mencari makan. Dari wat arun kami kembali menyebrang ke Tha Tier (3 bath), kemudian naik kapal yang lebih besar ke Rachawongse pie (40 bath). Dari pelabuhan kami berjalan kaki ke China town.
Di pinggir jalan ada pedagang yang jaul air sari buah delima, segeerrrrrr banget. Tidak jauh dari sana saya juga mencoba jajanan yang mirip ciwel kalau di Indonesia, disana bentuknya panjang-panjang dan di atasnya diberi taburan wijen, jajanan ini juga enak, sayang saya tidak tau namanya soalnya penjulanya tidak bisa bahasa inggris.
Jajanan Bangkok
Siang itu kami makan di KFC terdekat. Karena sudah terlalu lapar jadi tidak ada tenaga cari tempat makan lainnya, waktu itu menu KFC yang saya pilih harganya 89 bath. Sepanjang jalan mulai banyak mobil-mobil yang akan pergi berdemo ke MBK.
Tujuan kami selanjutnya adalah memang akan ke MBK dan kemudian akan mengunjungi museum Madame Tussauds.
Kami naik taxi berlima awalnya menuju halte taksin, tapi supir taxi menurunkan kami di halte selanjutnya setelah halte taksin. Halte ini halte terdekat menuju halte stadium, karena supir taxi tidak berani membawa kami kesana akibat banyak jalan di blok oleh pendemo. Kami membayar biaya taxi 200 bath (40bath/orang). Kemudian kami lanjut naik skytrin menuju halte stadium(34bath) dan ini pengalaman pertama membeli tiket skytrain yang menggunakan mesin heheheee... berasa katro.
Para demonstran beberapa menginap dan membuat tenda
MBK

Kami tiba di Halte Stadium yang ternyata terletak tepat di depan MBK. Dari jembatan kami melihat ke bawah di depan MBK dan jalan sekitarnya sudah penuh dengan para demonstran. Tapi yang membuat terkesan adalah, demonstrasi ini berjalan damai, bahkan lebih terkesan seperti sedang ada festival. Mereka ada panggung, dan ada musik juga, bahkan banyak penjual yang menjual baju-baju shut down bangkok di pinggiran jalan. Kami ikut beli dan pakai baju itu juga supaya membaur dengan pendemo yang lain sekalian seru-seruan aja. Kaos Shut down bangkok kami dapat dengan harga 100 bath setelah di tawar.
Walaupun diluar MBK sudah penuh dengan ribuan orang pendemo, tetapi MBKnya sendiri tetap buka, malahan saya sempat beli dompet disana isi 4, dari harga 250 bath bisa dapat 100 bath. Saya juga beli cermin dengan motif khan Thailand dari harga 199 bath bisa dapat jadi 150 bath. Intinya tawar semua barang sebelum di beli.
cermin dengan gambar khas Thailand
Museum Madame Taussads

Museum Madame Taussads berada di Siam Discovery (lantai 6), dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari MBK. Sebelumnya kami sudah memesan tiket secara online, kaerna harganya lebih mudar dibanding engan memesan secara langsung. Untuk pemesanan online dilakukan menggunakan Kartu kredit, sehingga waktu sampai di Madame Taussads, kita harus memperlihatka kartu kreditnya atau  jika Kartu kredit tidak bisa di bawa, kita juga bisa membuat surat pernyataan pengganti kartu kredit.  Di web di infokan bahwa jam tutup museum ini jam 9 malam, tapi saat kami kesana, ternyata mereka akan tutup jam 6.45 malam, akibat sedang ada demonstrasi.
Di Museum Madame Taussads, banyak sekali patung-patung lilin yang mirip tokoh aslinya, bahkan ada patung presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Pokoknya disana puas-puasin fot-foto sama orang-orang terkenal yang belum tentu kita ketemu aslinya heheheee...
patung lilin Katy Perry
Kami berencana pulang menggunakan skytrain dari Halte Siam, dan ternyata penuhhhhhhhh sekali karena faktor demonstrasi. Kami mencari di peta apakah ada skytrain yang melewati Khaosan road, ternyata Skytrain maupun BTS tidak ada yang lewat ke Khaosan road. Kami mencoba bertanya pada orang di sana, tapi agak sulit mendapatkan jawaban yang jelas karena mayoritas tidak mengerti bahasa inggris.
Lagi bingung mau tunggu skytrain atau pindah halte dengan jalan kaki, tidak di sangka bertemu orang Indonesia, dia solo traveler dari Aceh. Saat bertemu kami, dia ditemani solo traveler lainnya asal Cina. Setelah berkenalan, akhirnya kami memutuskan untk bersama-sama jalan ke halte selanjutnya yang tidak terlalu penuh.
Kami sampai di Halte Dhardamri dan naik skytrain sampai ke halte Surusak. Dari Surusak kami berpisah jalan dengan 2 teman yang baru kami kenal ini, kami meneruskan dengan naik taxi sampai ke Grand Palace, karena supir-supir taxi tidak ada yang berani untuk mengantar ke Khaosan Road akibat banyak jalan yang di blok. 
Khaosan Road, pusat para backpacker di Bangkok
Dari Grand palace kaki berjalan kaki ke Khaosan road, sekalian isi perut dengan Pad Thai yang berada di kawasan Khaosan road, enaakkk banget Pad Thai nya, saya memesan pad thai ayam + telor seharga 40 bath. Kami juga sempat berjalan-jalan melihat-lihat kawasan Khaosan yang mirip seperti pasar malam. Ada beberapa gerobak yang menjual serangga goreng (untuk menggambil foto saja harus bayar). Ada juga yang menyediakan jasa pembuatan fake ID, atau SIM palsu. Sepertinya kawasan Khaosan ini memang serba ada untuk memudahkan para turis baik legal maupun dengan cara ilegal.
Jasa pembuatan ID
Hari ke-2

Pattaya

Hari ke-2 kami berencana ke Pattaya, walau sudah dilarang oleh pemilik hostel karena menurutnya kurang aman di tengah demo, kami positif thinking saja dan tetap pergi kesana menggunakan bus. Kami sudah merencanakan pergi dari pagi-pagi sekali, tapi karena ini dan itu, akhirnya ngaret sampai jam 9 pagi kami baru berangkat dari hostel. 
Kami naik taxi menuju terminal Ekamai (taxi argo 129 bath). Dari Terminal Ekamai kami naik bus ke Pattaya 128 bath selama 2 jam.  Dari terminal Pattaya, kami masih harus naik tuktuk ke Pattaya beach (30 bath/orang).
Tiket bus menuju Pattaya
Suasana di Pattaya berbeda dengan Bangkok, karena Pattaya benar-benar di pinggir pantai, rasanya lebih mirip kalau kita ke Bali.
Sampai Pattaya beach, kami langsung makan siang, belum lengkap kalau ke Thailand tapi belum makan Tom Yam nya, harganya lumayan mahal juga sih, mungkin karena porsinya besar, tom yam yang saya pesan seharga 180 bath, di tambah nasi 25 bath, dan cah kangkung 90 bath.
Disekitaran Pattaya banyak juga yang menjual souvenir-souvenir.
Sebetulnya kami ingin ke lokasi yang ada papan besar bertuliskan Pattaya, tetapi karena waktunya sudah mepet, dan kami harus segera kembali ke terminal akhirnya kami foto dari jauh saja deh... hiks..
cuma bisa foto dari jauh Pattaya board-nya  :( 

Kami kembali naik tuktuk ke terminal seharga 40 bath/ orang, waktu saya tanya kenapa harganya lebih mahal 10 bath di banding ongkos dari terminal ke Pattaya, menurut si supir karena jalan pulang menuju terminal lebih memutar jadi lebih jauh. Engga tau juga sih dia jujur atau bohong, tapi karena sudah buru-buru kami tetap naik juga.
Kami naik bus dari terminal Pattaya ke Airport Suvarnabhumi seharga 250 bath.
Perjalanan pulang ini juga sempat terjadi beberapa incident, diantaranya dompet salah satu teman saya adayang hilang, sepertinya mungkin terjatuh di Tuktuk, karena saya sudah melapor ke pihak bus dan mereka melakukan pencarian, ternyata tidak ada dompet jatuh di bus.
Selain itu kami hampir tertinggal pesawat, karena terlambat saat boarding. Tapi untungnya kami masih bisa kembali dengan selamat hahahhaaa... fiuuuhhh

Tengah malam kami sampai di Bandara, karena sebelumnya kami memparkir inapkan mobil kami, jadi kami tinggal sampai petugas parkir inap di bandara Seokarno hatta, dan dia akan datang menjemput untuk membawa kami ke tempat parkir mobil kami.
Waktu itu biaya parkir inap kami selama 2 hari 3 malam sekitar 230ribu.