Friday, December 11, 2015

Sakit sambil jalan-jalan

Sakit memang sesuatu yang tidak bisa dihindari karena sangat manusiawi. Tapi bagaimana kalau sakitnya saat traveling? Sepanjang yang saya ingat sepertinya 3x saya traveling di kondisi yang tidak fit.
Pertama beberapa tahun lalu saat saya traveling ke Bangkok, waktu itu suara saya habis karena gejala flu yang bikin serak.
Sialnya saya yang sering tanya-tanya kalau tersesat jadi ribet sendiri, karena setiap mau bertanya harus mengumpulkan suara dulu. Jadi tidak bisa bebas bicara juga dengan pemilik hostel untuk ngobrol-ngobrol. Untungnya waktu itu cuma suara hilang saja, tidak termasuk gejala flu lainnya seperti demam, pusing dan hidung meler. Jadi badan masih oke-oke saja untuk di bawa berjalan keliling-keliling.

Pengalaman sakit yang kedua, waktu saya naik gunung Prau akhir tahun lalu di bulan Desember. Waktu itu memang sedang musim hujan, penyakitnya sama lagi flu juga. Tapi karena sudah terlanjur janji akan naik gunung, saya tetap hiking walau tenggorokan sudah mulai perih gejala batuk. Well, naik gunung di kondisi flu itu sangat tidak recommended, (ya iya lah yaaaa...) saya merasakan sendiri napas yang biasanya normal jadi lebih cepat capek, dan tenggorokan yang perih itu bikin bawaanya ingin minum terus, belum lagi mata juga jadi panas.

Alhamdulillah, perjalanan sampai puncak aman sentosa. Walaupun dari awal pendakian sudah di guyur hujan. Sampai puncak ternyata sudah lumayan banyak tenda yang berdiri, entah karena memang baru di guyur hujan atau memang karena badan kurang fit, sampai di puncak saya langsung cari tenda terdekat milik teman saya yang sudah berdiri, rasanya dingin sekali sampai gigi berbunyi karena gemetar kedinginan.
Ternyata malamnya saya demam, saya sih tidak sadar juga. Cuma teman yang tidur di sebelah saya yang bilang semalam saya seperti mengigau, dan saat di pegang ternyata saya demam. Untungnya di waktu pagi saya sudah lebih baik.

Pengalaman sakit saat traveling yang ketiga waktu saya ke pulau Pari, sebetulnya ini masih kelanjutan sakit saat di gunung Prau. Ternyata pulang dari gunung Prau batuk-bauk saya makin parah. Sudah 2 bulan tidak hilang-hilang juga, biasanya kalau sakit flu saya hanya butuh berjemur di bawah matahari lalu flu nya hilang. Timbulah ide saya butuh ke pantai, supaya bisa sembuh (padahal memang maunya ke pantai) hehehee... 

Jadilah saya searching open trip ke pulau seribu dengan harga terjangkau dan bisa di lakukan saat weekend jadi tidak menghabiskan cuti. Setelah 2 hari disana ternyata batuk tidak hilang juga, hmmm.. apa karena panas mataharinya sedang kurang poll ya, akibat agak mendung. Yang bikin kurang asik soal batuk ini soalnya setiap saya makan malah batuk, yang ada jadi tidak menikmati makanan selama di pantai. Akhirnya saya menyerah deh, setelah 3 bulan batuknya hilang sendiri. Ini mungkin yang sering di sebut orang dengan batuk 100 hari, harus sampai 100 hari dulu baru batuknya hilang. Untung bukan batuk 100 tahun hiiiiyy... amit-amit

Thursday, December 10, 2015

Hiatus jalan-jalan


Apa rasanya kalau harus berhenti dulu sementara (hiatus) dari hal yang kita sukai? Ya sedih lah ya, dan galau juga. Itu yang saya rasakan hampir setahun ini mengurangi traveling, karena sedang nabung hehehee… Selain masalah budget juga saya sedang banyak hal yang harus di urus di Bandung, sementara saya bekerja di Jakarta, sehingga jatah cuti di pakai untuk urusan lain yang tidak ada hubungannya dengan jalan-jalan. Nasib orang kantoran yang jatah cutinya hanya 12 hari setahun dan itu pun di potong lagi denga cuti bersama, sedih amat yaa…

Efek lain dari hiatus jalan-jalan ini adalah saya jadi suka malas kalau liat acara-acara TV soal jalan-jalan, atau malas liat social media yang upload foto-foto jalan-jalan. Kedengarannya berlebihan mugkin, tapi dari pada galau karena mupeng ingin jalan-jalan tapi tidak bisa.
Kalau semua lacar, soal tabung menabung ini akan beres tahun depan, yang artinya saya bisa kembali melampiaskan hobby jalan-jalan lagi seperti dulu,  YAYYYY!!!.... Masa hiatus sudah akan selesai, waktunya untuk kembali buka-buka  social media untuk mencari rekomendasi tempat-tempat yang mungkin di kunjungi dan mulai cek-cek tanggal-tanggal libur kejepit di tahun depan.
Semoga tahun depan bisa jadi tahun jalan-jalan seru saya selanjutnya. AMIN

Titip oleh-oleh dong !!


Beuh.. paling males kalo mau jalan-jalan dan belum apa-apa sudah ada orang yang ribut minta dibawakan oleh-oleh. Tidak tanggung-tanggung mereka kadang seperti sudah membuat list entah dari mana. Bukannya apa-apa, tapi mayoritas jalan-jalan saya itu cuma backpacker-an, dan cuma bawa satu backpack saja agar praktis. Saya juga tipe orang yang malas repot heheheee… kalau bawa banyak oleh-oleh berarti ada kemungkinan harus bawa tambahan gembolan.
Menurut saya ada 2 tipe orang yang suka titip-titip, ada yang minta di bawakan oleh-oleh (yang berarti saya yang beli dengan budget sendiri) dan harusya tipe seperti ini menerima apa saja yang saya bawakan sebagai oleh- oleh, namanya juga di kasih. Tipe kedua, orang yang “titip” untuk di belikan. Biasanya mereka bilang titip, nanti di ganti. Tipe seperti ini biasanya pesanannya spesifik.
Kalau lagi baik biasanya saya jawab untuk kedua tipe orang diatas “iya tenang aja nanti di beliin kalo ketemu”. Tapi kalo lagi males, saya sudah warning dari awal ke orang-orang kalo tidak menerima titipan, karena ingin fokus jalan-jalan #tsahh… Tapi adakalanya juga saya lebih baik tidak bilang kalau mau jalan-jalan karena malas repot dengan pesanannya.
Dan karena hal ini juga saya tidak suka titip-titip oleh-oleh ke orang yang traveling, karena takut merepotkan dan merasakan juga repotnya kalau dititipi. Cuma kalau dipaksa memilih saya mau oleh-oleh apa, biasanya saya minta dikirimkan kartu pos saja dari negara yang mereka kunjungi, atau magnet kulkas juga sudah cukup. Dan kalau saya membelikan oleh-oleh untuk orang lain biasanya gantungan kunci, kaos atau makanan khas daerah itu, selama tidak bikin repot dan masih muat di backpack.
Saya juga sadar kalau oleh-oleh memang sudah menjadi budaya di Indonesia, sebagai ungkapan berbagi rasa senang karena sudah bisa jalan-jalan dan ingin agar teman-teman kita juga merasakan kesenanganya dengan diberi oleh-oleh. Jadi saya tidak anti juga soal oleh-oleh selama tidak bikin ribet.

Wednesday, December 9, 2015

Camping di Pulau Papatheo (Itinerary & Budgeting)



 12-13 September 2015

Trip kali ini saya akan mencoba sesuatu yang belum pernah saya coba sebelumnya, yaituuuuuu……Jreng Jreng !!  CAMPING DI PANTAI !!  Biasa aja mungkin ya bagi sebagian orang lainnya, kalo menurut saya ini sih sesuatu yang menarik banget. Secara selama ini kalau ke pantai saya menginap di homestay, tapi kali ini di pantainya langsung, seperti yang pernah saya lihat di iklan coklat Silverq**en hehehheee (korban Iklan).
Peserta trip kali ini 20 orang,lumayan banyak ya, untung orangnya asik semua, jadi engga ribet selama trip, itu point penting  kalau mau punya liburan yang menyenangkan, orang-orang yang kita ajak jalan juga harus fun. Oh iya, nama pulau tempat kami camping adalah pulau Papatheo, saya baru sekali ini dengar nama pulau Papatheo, jadi masih belum terlalu ada bayangan.
Anyway, meeting point di Kaliadem, ini pelabuhan barunya Muara Angke, lebih bersih, dan teratur. Selain itu parkirannya luas, WC bersih, dan ada mushola juga, pokoknya Ok lah. Kami sudah berkumpul semua jam 6 pagi dan kapal ferry yang kami gunakan baru jalan jam 7 pagi. 
Tiket untuk naik kapal ferry Rp.57.000 ditambah bayar retribusi Rp.2.000, tapi retribusi ini cuma kita bayarkan untuk keberangkatan aja, jadi nanti waktu pulang kita engga perlu bayar retibusi lagi. Kapal Ferry ini berhenti di Pulau Harapan, total perjalanan dari Kaliadem ke Pulau Harapan sekitar 4 jam. Kami sampai di Pulau Harapan jam 11 dan langsung berganti pakaian dengan baju untuk berbasah-basahan, karena tujuan selanjutnya adalah snorkeling di pulau Macan dan Bintang.
Dari pulau Harapan kami melanjutkan dengan kapal kongkang, tujuan pertama adalah pulau Perak. Ini adalah pulau tidak berpenghuni, tapi ada warung yang menjual kelapa muda, juga makanan-makanan kecil. Salah satu pulau favorite saya di kepulauan seribu adalah pulau ini. Kenapa ?? Karena pantainya yang panjang, dan pasir putih bersih dengan air laut yang bening dengan gradasi warna biru muda, biru torquis ke biru tua.
Pulau perak, air lautnya torquis
Pantai panjang di pulau perak
Kami makan siang dulu di pulau perak dengan nasi kotak yang sudah di bawa dari pulau harapan. Setelah isi tenaga, pulau selanjut yang kami datangi adalah pulau macan. 2 tahun lalu saya pernah melewati pulau macan dan mendapatkan sunset yang keren banget, tapi kali ini kami cuma snorkeling aja disini.
Foto sunset di Pulau Macan 2 tahun lalu
Menurut saya pulau macan ini salah satu spot favorite snorkeling orang-orang yang datang ke kepulauan seribu, karena memang banyak ikan-ikan berbagai macam warna dan bentuk dan kadang juga ada schooling fish yang bisa kita temukan. Kalau mau ikan mendekat, bawa aja biscuit secukupnya, pasti ikan-ikan akan mendekat karena ingin memakan biscuitnya. Terumbu karang disini juga masih banyak dan terjaga.
Kami melanjutkan  dengan snorkeling ke pulau bintang. Alasan disebut pulau bintang sepertinya karena di pulau ini banyak ditemukan bintang laut deh (teori sotoy) hehehee…  Tapi memang benar kalau di pulau ini banyak bintang lautnya. Ikan – ikan di sini tidak sebanyak ikan-ikan di pulau Macan, tapi masih worth it lah.

Kami masih punya waktu untuk mengunjungi pulau kayu angin/dolphin, disini view pantainya juga bagus. Dan cukup ramai denga wisatawan lain, karena pulau ini sering digunakan untuk foto group, jadi banyak rombongan yang datang kesini. Pulau terakhir yang kami singgahi sebelum ke pulau Papatheo adalah pulau gusung, pulau yang berupa hamparan pasir memanjang di tengah laut, dan akan hilang saat air pasang, tapi saat air surut, pasir seperti membelah laut jadi dua. 2 tahun lalu saya kesini, tidak ada ada penjual apapun, tapi sekarang sudah ada 2 meja yang berjualan makanan kecil dan gorengan. Mereka berjualan dari pagi sampai sore, kemudian kembali ke rumah masing-masing yang berada di pulau lainnya.
Pantai pulau gusung yang membelah laut
Saat saya dan teman-teman sampai di Pulau papatheo, sudah hampir waktu matahari tenggelam. Untuk camping disini kita perlu untuk membuat ijin camping dulu, tahun 2014 biaya untuk ijin camp sebesar 200ribu/rombongan. tapi sekarang ternyata sudah berubah menjadi 25ribu/orang. Saya memutuskan untuk bersih-bersih badan dulu, lokasi kamar mandinya agak jauh berjalan ke belakang pulau. Jangan kaget ya kalau kita harus menimba di kamar mandinya, dan disini kamar mandinya tidak berpintu, alhasil kami menggunakan kain pantai untuk tutupnya. Oh iya, selain itu juga tidak ada listrik, jadi bawa senter atau head lamp kalau masuk kamar mandi, takutnya nanti salah langkah malah jatuh ke sumur (disini sumurnya sejajar dengan lantai tanpa pembatas).

Malam harinya waktu semua tenda sudah berdiri, saatnya masak-memasak, ditambah bakar ikan. Yaaayyyy… bagian makna-makan selalu bikin happy  : ) Untuk yang mau berburu foto milkyway, bisa juga disini, karena lokasi yang jauh dari perkotaan dan tidak adanya lampu, jadi bintang-bontang dilangit malamnya terlihat jelas.
….
Hari ke-2 setelah salat subuh, saya berkeliling pulau, ternyata pulau Papatheo ini memiliki 4 homestay, tapi kosong dan terlihat tidak terawat, karena sekitarnya sudah hampir tertutup rumput tinggi. Saat saya camping, ternyata ada rombongan lain yang juga sedang camping di Papatheo, jadi total hanya 2 rombongan yang hari itu camping di Papatheo.
Camp di pingir pantai
Sunrise di pinggir pulau Papatheo

Di bagian depan pulau, terdapat reruntuhan, dan pilar berserta patung ala yunani. Karena di beberapa tempat terlihat bekas taman juga, saya jadi penasaran sejak kapan pulau ini jadi terlantar, karena banyak bekas-bekas bangunan yang memperlihatkan kalau dulu pulau ini pernah jadi tempat yang bagus seperti resort exclusive.
Salah satu patung si reruntuhan pilar
Foto bareng dulu dengan team open trip
Saya lanjut packing, sambil menunggu kapal yang belum datang menjemput, kami foto-foto dulu lah yaaa... 
Akhirnya kapal datang menjemput jam 9 pagi membawa nasi box untuk sarapan kami.. Yayyyy Makann !!! Di perjalan pulang saya dan teman-teman masih sempat untuk mengunjungi pulau Bira. Menurut saya kondisi pulau Bira ini agak disayangkan karena terlihat jelas dulu pernah ada sarana yang lengkap disini tapi sekarang sudah tidak terurus. Seperti gedung serba gunanya yang cukup besar tapi atapnya sudah hampir ambruk, lalu ada kolam renang yang sekarang kering dan ditumbuhi lumut. Kami tidak terlalu lama disini karena takut ketinggalan kapal ferry yang menuju ke Kaliadem. 
Dengan kapal tongkang kami menuju ke Pulau Harapan, yang ternyata kapal ferry sudah menunggu disana dan sudah lumayan penuh. Kapal Ferry berangkat dari pulau harapan jam 12 dan kami tiba di Kaliadem sekitar jam 3 sore.
Kami pun berpisah dengan teman-teman perjalan kami, teman baru dan teman lama. 
Semoga bisa nge-trip bareng-bareng lagi one day :)

Dibawah ini list biaya dan itinerary nya
Itinerary

list budget untuk 20 orang