Jalan-jalan akhir tahun biasanya
saya melakukan traveling dengan teman-teman saya. Tapi berhubung akhir tahun
2012 ini masing-masing sudah mempunyai rencana masing-masing akhirnya saya
mencari rencana perjalanan untuk saya sendiri. Seperti yang sudah saya
ceritakan di blog sebelumnya, saya pergi ke Bromo dalam trip 6 hari keliling
Jawa-Madura.
Perjalanan saya dimulai ketika
saya sampai di Restoran Panorama, Malang .
Saya tiba disana pukul 12 malam. Begitu turun dari bus, saya langsung disambut
oleh 2 lapak penjual syal, sarung tangan dan kupluk. Berhubung saya belum ada
syal, saya beli saja syal disitu dengan harga Rp.10.000,- Karena Elp baru
datang menjemput jam 2 malam, jadi saya masih bisa tiduran di mushola dekat
restoran Panorama itu.
Jam 2 Elp pun datang, saya
memulai perjalanan jam 2.30 malam menuju kaki gunung bromo. Elp membawa saya
hingga ke terminal yang berisi Jeep yang akan membawa saya hingga ke atas
gunung Bromo. Perjalanan denga Elp memakan waktu 1 jam, yang kemudian dilanjutkan
dengan 1 jam berikutnya menumpang Jeep. Jeep saya tidak bisa sampai ke puncak karena sudah banyak antrian
jeep-jeep lain yang datang lebih awal. Karena mengejar matahari terbit, saya
buru-buru jalan mendaki untuk sampai ke spot yang biasa digunakan untuk melihat
matahari terbit (view point). Sayangnya teman saya tidak kuat untuk terus jalan,
jadi kami memutuskan untuk naek ojeg sampai ke titik jalan yang memungkinkan
dilewati kendaraan bermotor. Harga 1 ojeg adalah Rp.10.000,- jadi kalau yang
naik berdua, maka tiap orang hanya membayar Rp. 5000,- Dari tempat turun ojeg,
saya harus jalan lagi menaki tangga hingga sampai ke view point.
Disana sudah banyak orang-orang
lain yang juga ingin melihat sunrise dari puncak Bromo. Beberapa membawa tripod
dan kamera SLR untuk mendapat gambar yang lebih bagus. Kondisi hingga jam 5
pagi itu masih gelap, belum terlihat gambaran gunung di depan saya. Hingga jam
setengah enam, masih juga belum terlihat matahari terbit yang saya
tunggu-tunggu dikarenakan cuaca yang agak mendung. Kadang sekelebat untuk
beberapa detik saya bisa melihat pemandangan gunung semeru, dan gunung batok
saat awan sedang bergeser, tapi tidak lama kemudian kabut kembali menghalangi
pemandangan. Beberapa orang memutuskan untuk kembali turun karena merasa tidak
akan melihat pemandangan sunrise-nya.
Mendekati jam 6 pagi tiba-tiba
terdengar suara kekaguman dari semua pendaki yang datang. Dan ternyata saat
saya melihat pemandangan saya sudah berubah 100%. Tidak ada lagi kabut yang
menutupi, digantikan dengan pemandangan pegunungan dan bentangan pasir.
Pemandangan yang saya liat ini benar-benar bikin speechless saking indahnya.
Seakan tidak bisa puas untuk melihat pemandangan yang terhampar terus menerus.
Banyak orang yang sudah berkumpul untuk mengabadikan moment matahari terbit di Bromo |
Gunung Semeru terlihat menjulang paling tinggi di antara gunung-gunung lainnya |
Setelah puas dengan pemandangan
dari view point, saya beranjak turun kembali ke tempat jeep diparkir untuk
kemudian menuju kawah Bromo. Sepanjang perjalanan daya terkagum-kagum melihat
pemandangan yang saya lewati. Gunung-gunung yang berwarna kuning-keabu-abuan,
juga permukaannya seakan bergelombang tidak seperti gambaran gunug-gunung yang
biasa saya lihat.
Gunung Batok, yang mengitari gunung Bromo |
Jeep berhenti di padang pasir yang sudah dipenuhi oleh puluhan
mobil-mobil jeep lainnya. Untuk sampai ke puncak kawah gunung Bromo, kita perlu
berjalan kaki menyusuri padang
pasir itu. Taoi untuk yang tidak jalan jauh, bisa menyewa kuda dengan harga Rp
100.000,- bolak balik untuk diantar dari tempat parkir ke kaki tangga menuju
kawah hingga diantar kembali ke tempat parkir.
Kuda yang biasa digunakan untuk mencapai kaki kawah gunung Bromo |
Malam sebelum kedatangan saya,
Bromo diguyur hujan. Hal ini ada untungnya juga, jadi pasir yang saya lewati
tidak beterbangan. Menurut salah satu pemilik kuda disana, kalau sedang musim
kemarau, pasir bisa terus beterbangan, hingga para joki kuda itu harus menutupi
wajah mereka dengan sarung hingga hanya terlihat matanya saja.
Anyway, hari itu saya
memutuskan untuk naik kuda, hingga ke bawah tangga menuju kawah. Anak tangga
yang harus dilewati adalah 250 anak tangga (Menurut info supir jeep kepada
saya). Saya sendiri sih engga ngitung jumlah anak tangga sebenarnya apakah tepat
250 buah.250 anak tangga yang harus didaki untuk mencapai kawah Bromo |
Sampai di pinggiran kawah, saya
bisa langsung mencium aroma yang khas dari belerang. Saya memang tidak terlalu
berlama-lama disana, karena saat itu angin sedang kencang dan bau belerangnya
terasa lebih menyengat. Sebetulnya dibandingkan pemandangan dari kawah Bromo
ini, saya lebih mengagumi pemandangan sekitar yang saya lihat dari puncak kawah
itu sendiri. Kita bisa melihat hamparan pasir yang luas, dan berapa jauh
ternyata jarak dari parkiran tempat jeep yang saya tumpangi di parkir hingga terlihat
sangat kecil di puncak sini.
Kawah Gunung Bromo, yang biasa digunakan oleh suku tengger untuk membuang sesajen |
Hamparan pasir dilihat dari puncak kawah Bromo |
Over all, menurut saya Bromo ini
bukan jenis pendakian gunung yang berat. Sehingga bisa dijalani oleh
orang-orang yang tidak hanya muda, tapi orang yang sudah berumur juga bisa
melakukan trip Bromo ini. Satu lagi, setelah melihat keindahan yang membuat
speechless seperti ini, kita tidak mungkin tidak teringat pada pencipta
keindahan itu sendiri. J
No comments:
Post a Comment