Monday, February 11, 2013

Naik - Naik ke Puncak Bromo (Mountain Bromo)


Jalan-jalan akhir tahun biasanya saya melakukan traveling dengan teman-teman saya. Tapi berhubung akhir tahun 2012 ini masing-masing sudah mempunyai rencana masing-masing akhirnya saya mencari rencana perjalanan untuk saya sendiri. Seperti yang sudah saya ceritakan di blog sebelumnya, saya pergi ke Bromo dalam trip 6 hari keliling Jawa-Madura.
Perjalanan saya dimulai ketika saya sampai di Restoran Panorama, Malang. Saya tiba disana pukul 12 malam. Begitu turun dari bus, saya langsung disambut oleh 2 lapak penjual syal, sarung tangan dan kupluk. Berhubung saya belum ada syal, saya beli saja syal disitu dengan harga Rp.10.000,- Karena Elp baru datang menjemput jam 2 malam, jadi saya masih bisa tiduran di mushola dekat restoran Panorama itu.
Jam 2 Elp pun datang, saya memulai perjalanan jam 2.30 malam menuju kaki gunung bromo. Elp membawa saya hingga ke terminal yang berisi Jeep yang akan membawa saya hingga ke atas gunung Bromo. Perjalanan denga Elp memakan waktu 1 jam, yang kemudian dilanjutkan dengan 1 jam berikutnya menumpang Jeep. Jeep saya tidak bisa  sampai ke puncak karena sudah banyak antrian jeep-jeep lain yang datang lebih awal. Karena mengejar matahari terbit, saya buru-buru jalan mendaki untuk sampai ke spot yang biasa digunakan untuk melihat matahari terbit (view point). Sayangnya teman saya tidak kuat untuk terus jalan, jadi kami memutuskan untuk naek ojeg sampai ke titik jalan yang memungkinkan dilewati kendaraan bermotor. Harga 1 ojeg adalah Rp.10.000,- jadi kalau yang naik berdua, maka tiap orang hanya membayar Rp. 5000,- Dari tempat turun ojeg, saya harus jalan lagi menaki tangga hingga sampai ke view point.
Disana sudah banyak orang-orang lain yang juga ingin melihat sunrise dari puncak Bromo. Beberapa membawa tripod dan kamera SLR untuk mendapat gambar yang lebih bagus. Kondisi hingga jam 5 pagi itu masih gelap, belum terlihat gambaran gunung di depan saya. Hingga jam setengah enam, masih juga belum terlihat matahari terbit yang saya tunggu-tunggu dikarenakan cuaca yang agak mendung. Kadang sekelebat untuk beberapa detik saya bisa melihat pemandangan gunung semeru, dan gunung batok saat awan sedang bergeser, tapi tidak lama kemudian kabut kembali menghalangi pemandangan. Beberapa orang memutuskan untuk kembali turun karena merasa tidak akan melihat pemandangan sunrise-nya.
Mendekati jam 6 pagi tiba-tiba terdengar suara kekaguman dari semua pendaki yang datang. Dan ternyata saat saya melihat pemandangan saya sudah berubah 100%. Tidak ada lagi kabut yang menutupi, digantikan dengan pemandangan pegunungan dan bentangan pasir. Pemandangan yang saya liat ini benar-benar bikin speechless saking indahnya. Seakan tidak bisa puas untuk melihat pemandangan yang terhampar terus menerus.
Banyak orang yang sudah berkumpul untuk mengabadikan moment  matahari terbit di Bromo

Gunung Semeru terlihat menjulang paling tinggi di antara gunung-gunung  lainnya
Setelah puas dengan pemandangan dari view point, saya beranjak turun kembali ke tempat jeep diparkir untuk kemudian menuju kawah Bromo. Sepanjang perjalanan daya terkagum-kagum melihat pemandangan yang saya lewati. Gunung-gunung yang berwarna kuning-keabu-abuan, juga permukaannya seakan bergelombang tidak seperti gambaran gunug-gunung yang biasa saya lihat.


Gunung Batok, yang mengitari gunung Bromo
Jeep berhenti di padang pasir yang sudah dipenuhi oleh puluhan mobil-mobil jeep lainnya. Untuk sampai ke puncak kawah gunung Bromo, kita perlu berjalan kaki menyusuri padang pasir itu. Taoi untuk yang tidak jalan jauh, bisa menyewa kuda dengan harga Rp 100.000,- bolak balik untuk diantar dari tempat parkir ke kaki tangga menuju kawah hingga diantar kembali ke tempat parkir.
Kuda yang biasa digunakan untuk mencapai kaki kawah gunung Bromo


Malam sebelum kedatangan saya, Bromo diguyur hujan. Hal ini ada untungnya juga, jadi pasir yang saya lewati tidak beterbangan. Menurut salah satu pemilik kuda disana, kalau sedang musim kemarau, pasir bisa terus beterbangan, hingga para joki kuda itu harus menutupi wajah mereka dengan sarung hingga hanya terlihat matanya saja.
Anyway, hari itu saya memutuskan untuk naik kuda, hingga ke bawah tangga menuju kawah. Anak tangga yang harus dilewati adalah 250 anak tangga (Menurut info supir jeep kepada saya). Saya sendiri sih engga ngitung jumlah anak tangga sebenarnya apakah tepat 250 buah.
250 anak tangga yang harus didaki untuk mencapai kawah Bromo
Sampai di pinggiran kawah, saya bisa langsung mencium aroma yang khas dari belerang. Saya memang tidak terlalu berlama-lama disana, karena saat itu angin sedang kencang dan bau belerangnya terasa lebih menyengat. Sebetulnya dibandingkan pemandangan dari kawah Bromo ini, saya lebih mengagumi pemandangan sekitar yang saya lihat dari puncak kawah itu sendiri. Kita bisa melihat hamparan pasir yang luas, dan berapa jauh ternyata jarak dari parkiran tempat jeep yang saya tumpangi di parkir hingga terlihat sangat kecil di puncak sini.
Kawah Gunung Bromo, yang biasa digunakan oleh suku tengger untuk membuang  sesajen

Hamparan pasir dilihat dari puncak kawah Bromo
Over all, menurut saya Bromo ini bukan jenis pendakian gunung yang berat. Sehingga bisa dijalani oleh orang-orang yang tidak hanya muda, tapi orang yang sudah berumur juga bisa melakukan trip Bromo ini. Satu lagi, setelah melihat keindahan yang membuat speechless seperti ini, kita tidak mungkin tidak teringat pada pencipta keindahan itu sendiri.  J





No comments:

Post a Comment